Minang: Puisi Ranah Minang Dipublikasi pada Sunday, 25 January 2004 oleh paktani | | Puisi saudara Eddri tentang adat ranah minang.mudah2-an teman-teman yang lain tidak merasa terganggu kabar buat ranah minang via sopir bis gumarang jaya jurusan jakarta-padang pak sopir yang budiman berlakulah kiranya kehendak ambo untuk titipkan kabar singkat ini untuk kampung halaman jauh di mata ranah minang tempat adat terbina tak apalah kiranya pak sopir baca pada saat bis diatas ferry menuju bakauheni ranah minang.. tak terbendung rasa di hati tak kuat air mata ditahan memendam kerinduan sangat pada damainya nagari tak apalah kiranya kalau kita ingat betapa nagari begitu berbudi pada saat negara ini belum jadi rantau kini tak henti diliputi ngeri tiap orang ingin bela diri bahkan ada yang bilang berani mati tak usahlah kita ikut terhanyut ingatlah nagari kita pagarruyuang pernah jadi nagari tanpa polisi bahkan ingatlah bagaimana majapahit jaya raya cukup diusir dengan muslihat adu kerbau oleh moyang kita kuatlah bukti kalau kita cinta damai orang-orang kini teriak peran legislatif ada yang bilang dikebiri ada juga yang bilang terlalu berani tak usah pulalah kita ikut bingung karena jauh sebelum inggris berparlemen kita sudah punya yang namanya basa ampek balai tempat mufakat dicari praktisi dan para ahli sibuk definisikan demokrasi sampai biarkan rakyat mati hanya demi menunggu hasil para peneliti tak perlulah kiranya kita ikutan menunggu karena sebelum montesque teriak trias politica jauh hari kita sudah punya filosofi tali tigo sapilin, tungku tiga sajarang orang di rantau terjebak pada feodalistik bahkan cenderung bertaklid buta cukuplah kita ketawa betapa kita punya tradisi tak ada penghulu adat yang abadi tiap sekian lama kita ganti dengan cara batagak pangulu cukuplah dia jadi angku guru nagari sampai ajal menjemput dari rt sampai istana banyak orang oportunis hindarilah sifat itu cukup sudah peribahasa mengetawakan mereka terkurung hendak diluar terhimpit hendak diatas arogansi fisik begitu menggema sekarang bahkan tayangan kejam jadi budaya perlulah kita ingat belum pernahlah kekerasan jadi budaya kita bahkan pencak silat kita sendiri tak lebih dari tari ketimbang bela diri orangtua kini sulit posisikan diri bahkan anak sering tak terkendali cukuplah kita pegang kitab suci sembari ingat Nan Ampek dan kaum bapak lakukan dwifungsi anak dipangku, kamanakan dibimbing kenakalan remaja semakin menjadi dari curi uang saku sampai bajak angkutan kota dicarilah solusi dari pesantren sampai asrama semimiliter perlu kiranya kita bina tradisi anak umur 10 sudah aib kalau tidur di rumah karena sejak itu surau lah tempat ia mengaji anak balita belum cukup usia dibius dengan berbagai film dan komik suka-suka sampai orang tua mereka lupa ajarkan mengaji tak perlu pula si buyung di kampung ikut-ikutan lancarkanlah kaji si buyung dengan baca Qur?an tiap hari hingga ketemulah ia kisah suka-duka nabi atau berilah ia sejenak hiburan rekaan dengan cerita cindua mato yang alim bijaksana pemerintah bingung hadapi bahaya madat mulai dari lem mika sampai ekstasi juga tak kalah judi yang dibekingi sangat perlulah kiranya kita mencontoh peto syarif sang imam bonjol tuanku nan renceh dan para pahlawan harimau nan salapan yang dengan gagah berani menghunus pedang suci melawan tindakan keji, walau harus korbankan saudara sendiri nah?para pemuda sekarang bingung menghadapi agama yang dikotori tradisi sehingga cukup sulit bedakan syara? dan bid?ah perlu jugalah kiranya kita berkaca pada haji miskin, haji sumanik, haji piobang dan para kaum wahabi yang dengan berani lawan tradisi untuk tegakkan syari?at yang murni masyarakat awam sekarang bingung bedakan antara dukun dan kyai dua-duanya bisa terbang dan sakti tak terkira cukup bijaksanalah kita di kampung imam tak lebih dari pemimpin shalat khatib pembimbing umat melalui kaji dan yang bisa terbang dan berbagai kepandaian tak terkira itu namanya dukun kaum hawa dewasa ini terus ribut masalah emansipasi tak usahlah si upik di kampung ikut ribut karena sekian abad sebelum kartini lahir kita sudah dudukkan bundo kanduang wanita berbudi sebagai pemimpin nagari saking hormatnya kita pada kaum wanita kalau tak menenggak agama sudah kita kasih porsi terbesar pembagian harta sungguh sayang, remaja putri belia cuma kenal siti nurbaya yang cuma rekaan budaya marah rusli kaum hawa di rantau pakai baju hampir tak jadi dibilang baju bukan, dibilang be-ha juga bukan nah..si upik di kampung jangan pula ikutan cukup ketawa dan jangan seperti orang gila baju kurung penutup aurat kan sudah budaya kita banggalah kita dengan aurat terlindung dan sulaman bordir yang indah sudah cukup rasanya surat ambo terpenuhi rasanya rindu di hati tak ada salahnya kalau syara? di hati kembali dipatrikan lagi untuk : tak lekang di panas dan tak lapuk di hujan Catatan: dari milist KMM - Cairo |
0 komentar:
Posting Komentar