Jumat, 14 November 2008

Poligami

Hadits Lengkap Pelarangan Poligami Sahabat Ali ra.
Posted by Herry @ 14:00 | in Artikel, Renungan | e-mail this article | + to del.icio.us
BANYAK yang mengira bahwa Rasulullah melarang menantunya, Ali ra yang ketika itu masih beristri putri Rasulullah, Fathimah ra, adalah semata-mata karena alasan kecemburuan atau khawatir putri tercintanya tersakiti.
Kalau kita lihat haditsnya secara lengkap, adalah seperti berikut ini.
“Diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah ra : ‘Ali bin Abi Thalib ra. melamar anak perempuan Abu Jahal, sedangkan waktu itu dia adalah suami Fathimah, putri Nabi saw. Sewaktu mendengar lamaran Ali, Fathimah pergi menemui Nabi saw seraya berkata:
‘Sesungguhnya kaummu berbicara bahwa engkau tidak pernah marah karena putri-putrimu. Aku memberitahukan bahwa Ali hendak menikah dengan putri Abu Jahal.’
Berkata Miswar: Kemudian Nabi saw. berdiri. Aku mendengarnya membaca tasyahud, lalu berkata:
“Amma ba’du. Sesungguhnya aku menikahkan Abu’l Ash bin Rabi’. Dia berbicara kepadaku dan dia membenarkanku. Dan sesungguhnya, Fathimah binti Muhammad adalah segumpal dagingku. Dan aku benar-benar tidak suka kalau mereka memfitnahnya. Demi Allah, sesungguhnya tidak boleh berkumpul putri Rasulullah dengan putri musuh Allah pada seorang suami selama-lamanya.”
Kemudian Ali ra menggagalkan lamarannya.”
(Shahih Muslim 7 : 142)

Banyak yang menampilkah hadits ini hanya sepotong saja, entah tanpa sengaja atau karena belum tahu, sehingga seakan-akan masalahnya hanyalah sekedar Rasulullah melarang Fathimah dimadu. Padahal jika kita lihat haditsnya secara lengkap, masalah sebenarnya sepertinya jauh lebih dalam dari itu.
Dari hadits ini, jika ditampilkan secara lengkap, sepertinya bisa dilihat bahwa Rasulullah melarang Ali menikah lagi ketika masih beristri Fathimah ra adalah karena Ali hendak melamar putri Abu Jahal, bukan karena semata-mata kecemburuan dan tidak ingin Fathimah, putri beliau, ‘terluka’.
Di riwayat lain, juga diriwayatkan hadits yang senada, walaupun nama imam haditsnya tidak tercantum.
“Sesungguhnya Fathimah adalah darah dagingku dan aku mengkhawatirkan dia akan terganggu agamanya.” Kemudian Beliau menyebutkan salah seorang menantunya dari bani ‘Abdi Syams (yaitu Utsman bin Affan r.a.), dengan memuji perkawinannya dengan anaknya yang dinilainya baik. Lalu Beliau SAW bersabda : “Menantuku kalau berbicara denganku jujur, kalau berjanji denganku, memenuhinya. Sesungguhnya aku tidaklah mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, akan tetapi, demi Allah, putri Rasulullah tidaklah boleh sama sekali dikumpulkan di satu tempat dengan putri dari musuh Allah selama-lamanya.”(Al-Hadits).
Jadi saya kira pelarangan poligami Rasulullah terhadap Ali ra. ketika masih beristri Fathimah ra. bukanlah sekedar masalah kecemburuan atau sakit hati, melainkan dengan siapa Fathimah ra. hendak dikumpulkan pada seorang suami. Agaknya belum tepat jika potongan hadits ini dijadikan landasan argumen generalisasi bahwa ‘Rasulullah pada dasarnya melarang poligami’.
Apa hikmah poligami? Kenapa Islam tidak menganjurkannya, tapi juga tidak melarangnya?
Saya juga belum tahu. Tapi saya pribadi tidak ingin memandang poligami adalah sebuah hal yang ‘nista’. Sejauh yang bisa saya jadikan landasan sikap saya pribadi, adalah bahwa saya belum mengerti hakikat masalah ini. Tapi tidak akan bersikap di dalam hati seakan-akan ada yang salah di Al-Qur’an dan dalam sikap hidup Rasulullah. Itu artinya jauh di dalam hati saya masih tersimpan keyakinan bahwa ada yang tidak relevan lagi di Al-Qur’an sehingga ada bagian di kitab tersebut yang boleh diedit ulang. Itu mustahil. Al-Qur’an, sebagai kitab suci dari ‘tangan’ Allah ta’ala sendiri, tidak mungkin terbatas relevansi implikasinya dalam bingkai waktu.
Jika melihat sejarah, toh ada para rasul yang berpoligami, dan ada pula yang tidak. Demikian pula para sahabatnya. Demikian pula, Al-Qur’an dan syariat Islam pun tidak dalam posisi mengajurkan atau meng-encourage poligami. Posisinya netral, mubah-mubah saja. Dan di atas semuanya, tentu tidak perlu saya sebutkan lagi bahwa setiap pelaku poligami (dan bahkan monogami pun), semua akan dimintai pertanggungan jawabnya di hadapan Allah ta’ala: atas dasar apa ia mengambil sikap demikian.
Intinya, saya pribadi tidak ingin ‘mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram’, demikian dalam bahasa Rasulullah. Sikap demikian mengundang azab-Nya. Tapi saya juga tidak mencibir kepada Rasulullah maupun para sahabat yang berpoligami. Saya hanya belum mengerti, saya rasa alasan itu cukup di mata Allah sehingga (semoga) dalam rahmat-Nya Dia tidak akan menghakimi saya karena ketidakmengertian saya. Saya tidak ingin menjadi dihakimi-Nya karena jatuh kepada menghakimi orang lain dengan ketidakpahaman, apalagi mengedepankan sebuah kebencian dengan alasan-alasan emosional semata.
Ya Rabb, berilah hamba pemahaman… izinkan hamba menyentuh hakikat segala sesuatu. Engkaulah Rabb, Sang Penjaga, dan Engkaulah Al-’Ilm Sang Raja pemilik ilmu. Aku hanyalah hamba, yang akan senantiasa butuh untuk meminta pada-Mu. Amiin.

All works above are licensed under
Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 License
«« Previous Post
'Ayat-ayat Obsesi'
Next Post »»
'Sudahkah Kita Berkurban?'

.:: TrackBack: Right click here and copy link for TrackBack URI ::.

:: RSS feed for comments to this post ::

29 Comments - (Give Comment) »
1. A’kum,
As for the question above, why polygamy is allowed in Islam. If we were to go through previous history, n kalau dilihat pada masa sekarang pun, there are a few men who can’t seem to stay married with one woman, no matter whether they are muslim or non-muslim. Thus, allowing polygamy is just for the sake of their children (with the other woman), so all children to be born with a father. For the non-muslim, although they are not allowed to marry more than one, how many actually have mistress? Even for misyar, there is a good reason behind it. Syurga kepada seorang wanita yang sudah berkahwin bergantung kepada samada suami merestuinya atau tidak. Misyar actually give a chance for the woman to concentrate on their career, without having to juggle career n married life, but I think it will only work if there is no child in the picture. Once you has a child, then the responsibility as a parent comes in. Thus, misyar no longer works.
This gonna create controversy, right? I hope not, n of course I wouldn’t want my hubby to get married to another lady.
The purpose of polygamy is to ensure all mankind will be able to trace their ancestors. Agar dapat melihat jalur keturunan dengan terang dan jelas. At the same time to avoid children being born as fatherless. Just imagine the emotional trauma they’ll be facing (to be born without having a father) through out their childhood, just because of their parent’s sin. Al-Quran will always remain relevant till the end of time. May Allah bless us all.
Salam.
Comment by i217 — Friday, December 29, 2006 @ 07:27
2. tapi, bang herry…, hadits lengkap ini tiba-tiba membawaku ke pertanyaan baru: kalau alasannya putri Rasul dilarang berkumpul dengan putri Abu Jahal, kenapa putri Abu Jahal kesannya dapat dosa warisan? Apa salah dia? Ditakutkan mewarisi kekufuran ayahnya? Bukannya itu logika pemerintah Orba dalam menghabisi PKI tujuh turunan? Aiaiai, moga2 pertanyaannya tepat.
Comment by adrian syah — Friday, December 29, 2006 @ 17:18
3. hidup Dewi Yull…..aku nyonto Dewi Yull aja dehhhh…
Comment by rina — Saturday, December 30, 2006 @ 19:44
4. Kalau boleh saya berpendapat.saya kira Muhammad SAW dalam
hal ini tidak melarang Ali ra untuk berpoligami tetapi hanya men-
yampaikan keberatan anaknya atas keinginan menantunya untuk
berpoligami,dan Ali ra sebagai menantu yang menghormati mertua tentunya akan mendengarkan nasehat tersebut.Wallahualam bissawab.
Comment by yanpungkitjaya — Monday, January 1, 2007 @ 17:33
5. sebuah analisa yang cukup bersih pak
terima kasih sudah kasih liat hadist ini yang lebih lengkap
wassalam
Comment by leo — Wednesday, January 3, 2007 @ 16:34
6. Oke nabi poligami, tapi sahabat yang mana yang berpoligami?, maaf saya belulm tahu, kayaknya tidak ada sahabat nabi yang berpoligami. Yang perlu dipermasalahkan bukannya hukumnya (boleh berpoligami) tapi syaratnya jujur. Apakah kita sanggup berbuat seperti rosul. Ingat kita manusia bukan rosul. Kalalu dipikir pakai kepala atas memang tidak akan terjadi poligami tapi kalau dipikir pakai kepala bawah yang bisa terjadi poligami
Comment by anonom — Saturday, January 6, 2007 @ 13:30
7. bukankah salah satu istri rasulullah adalah tadinya nasrani/yahudi, cmiiw. buat beliau bolehkah ?
Comment by passya — Saturday, January 6, 2007 @ 16:40
8. BINGO!! Makasih untuk bahasannya…
@anonom : Umar berpoligami, begitu juga Abu Bakar.
@passya : Salah satu istri beluiau tadinya adalah seorang anak Kepala Suku Yahudi yang tertawan, saat itu diberikan pilihan, masuk Islam dan dijadikan Istri Rasulullah, atau tetap menjadi Yahudi dan dijadikan tawanan perang. Istrinya tersebut memilih masuk Islam…:) Jadi, beliau tidak pernah menikahi salah seorang dari ahlul kitab…:) Dan selanjutnya, pernikahannya tersebut membuat malu kepala suku yahudi tersebut…
Comment by Donny — Monday, January 8, 2007 @ 00:43
9. mas mardian, thanks buar artikelnya, saya jadi banyak tau tentang keislaman. oh yah, boleh ga’ add mas Herry jadi teman di Friendster, kalo boleh kasih alamat emailnya dong !
Cheers,
Ruby
Comment by Ruby — Wednesday, January 10, 2007 @ 01:37
10. alamat mailnya ruby apa?
Comment by Herry — Wednesday, January 10, 2007 @ 02:57
11. Poligami dan Monogami
Keduaduanya adalah hal yang diajarkan dalam islam. Poligami memang di lakukan (dicontohkan oleh Rosululoh) dan Monogami dilakukan oleh ‘beberapa’ sahabat Rosul, misal Sayidina Ali.
Memang kadang ‘menarik’ bila ada yg mempermasalahkan dgn berkomentar ” Kamu ngikutin Rosul apa Ali sih ? ” ……( yg ujung2x orang itupun kebelet “nyandung”. - intermezzo-)
Saya kira komentar demikian bisa dimaklumi lah.
Saya tidak menentang ajaran Poligami ( duh… mana brani .. bisa -bisa disebut sok tau akan Poligami ) dan saya akan kampanyekan bahwa monogami juga ada contohnya , yakni dari sahabat nabi yang bermusid pada Rosululloh. .
Ajaran / contoh Poligami dan monogami bukan polaritas tapi singularitas melihatnya .
Thx
rudal91
Comment by rudal91 — Wednesday, January 10, 2007 @ 18:40
12. Koreksi: Sahabat Ali ra pun berpoligami, sepeninggal Fathimah ra. Demikian pula Usman r.a.
Nabi Ibrahim as., Daud as,. Sulaiman as., siapa lagi ya?
Poligami bukan ‘diajarkan’ dalam Islam, dalam pengertian ‘didorong untuk dilakukan’. Ini kurang tepat: Islam tidak meng-encourage poligami.
Hanya, Islam tidak memandang poligami sebagai hal yang nista dan salah. Baik poligami maupun monogami, juga menjadi istri pertama atau istri kedua, sama sekali tidak dipandang sebagai halangan yang mengurangi kesolehan dan kesucian seseorang, baik pria maupun wanita, ataupun menurunkan kedudukannya di mata Allah ta’ala. Banyak orang-orang suci di mata-Nya yang poligami maupun monogami. Demikian pula, banyak wanita suci di mata-Nya yang berkedudukan sebagai istri ke sekian dari seorang pria, ataupun sebagai istri tunggal.
Comment by Herry — Friday, January 12, 2007 @ 17:08
13. @Adrian Syah:
Pertanyaan bagus kesannya putri Abu Jahal dapet ‘dosa warisan’ ayahnya ya?
Sebenarnya, kalau baca sejarah, kemudian terungkap bahwa pihak keluarga Abu Jahal lah (Keluarga besar Ibnu Hisyam, kalau tidak salah) yang ‘mengatur’ pelamaran putrinya untuk Ali ra. Peristiwa ini lebih merupakan trik politik keluarga Abu Jahal.
Rasulullah, sebagai seorang suci, mengetahui trik ini. Maka Beliau melarang Ali untuk melamar putri Abu Jahal tsb. Jadi bukan karena ‘anak Abu Jahal’, maka putrinya mewarisi dosa ayahnya, bukan begitu.
Islam tidak mengenal dosa warisan. Hanya, potensi dosa orangtua, yaitu hawa nafsu dan syahwat, bisa terwariskan.
Tentu beda kualitas jiwa sang anak, jika orangtua ‘membuatnya’ dalam keadaan penuh dosa dan belum bertaubat, diberi makan dari penghasilan yang haram dan sebagainya, jika dibandingkan dengan anak yang ‘dibuat’ orangtuanya dalam keadaan orangtua yang telah suci, telah taubat, dan memberi makan istri dan anaknya hanya dari harta yang halal. Potensi hawa nafsu dan syahwat yang tercipta dalam diri sang anak akan jauh berbeda, meskipun peristiwa ‘pembuatan’ anaknya tentu melibatkan hawa nafsu dan syahwat
Ada hawa nafsu dan syahwat yang sudah terahmati, ada yang belum.
Sebenarnya pertanyaan yang tepat bukanlah ‘adakah dosa warisan orang tua kepada anak’, tapi ‘pada kondisi spiritual seperti apakah sang anak ‘dibuat’, dan seberapa halal makanan yang diberikan kepadanya.
Comment by Herry — Friday, January 12, 2007 @ 17:32
14. Asalamualaikum,
K Herry, bagus sekali artikelnya Tentang Poli maupun monogami, semua sudah dicontohkan Rasulullah SAW. Ketika beristri Khadijah ra. beliau bermonogami, setelah itu beliau berpoligami, artinya baik poligami maupun monogami memang dicontohkan
Soal hukum poligami, menurut saya mending kembalikan saja ke hukum asal NIKAH: WAJIB, MUBAH, dan HARAM. Wajib jika sudah mampu (batiniah maupun lahiriah, ada landasannya semisal petunjuk) dan ingin . Mubah sebagai hukum asal pernikahan. Haram jika landasan pernikahan tidak sesuai syariat, misal karena ingin menyakiti istri. [Maaf kalau kurang tepat, keterangan ini saya kutip dari buku pelajaran Agama Islam SMU ]
Demikian pula poligami, kalau memang sudah mampu dan ingin, kenapa tidak? Kalau hanya sekadar ingin menyalurkan syahwat terpendam, syukuri dulu istri yang satu, karena biasanya kalau sudah urusan syahwat dikedepankan, petunjuk Allah dikesampingkan.
Comment by Yosep — Sunday, January 14, 2007 @ 13:16
15. head above…
head below…
….sometimes man confuse which to follow
(imho, just follow the one in the middle)
Comment by guest — Wednesday, January 24, 2007 @ 12:55
16. tulisan Anda sangat bijaksana. Sementara menurut saya, poligami memang layaknya mimpi buruk bagi perempuan namun jika dikaji dan diselami lebih luas, justeru adalah madu yang dianugerahkan Allah Ta’ala atas perempuan. Penuh manisan dan mensucikan.
Comment by fatimah — Wednesday, February 28, 2007 @ 12:51
17. makasih
wait.. are you really fatima from musik debu?
Comment by Herry — Wednesday, February 28, 2007 @ 12:57
18. that’s right. What do you thinking about?
Comment by fatimah — Thursday, March 1, 2007 @ 08:30
19. naah, it’s just… i like debu musics a lot thanks fatimah..
Comment by Herry — Thursday, March 1, 2007 @ 13:46
20. artikel ini bagus mas herry. dan comment yang paling menggelitik adalah comment yang hubnugannya dengan dosa warisan.
tapi mas herry udah menjawab dengan baik pula; tampaknya inilah keterbatasan manusia yah mas… kadang kita suka lupa dan terlalu mengikuti logika pikiran tapi malah membuat diri kita selalu dalam kebingungan. Namun tulisan selanjutnya “Waham ‘Kesolehan’, Waham ‘Kekasih Allah’, Waham ‘Pembimbing Spiritual’” mungkin sudah agak lebih menjelaskan buat kami, siapa mereka (para suci) yang menjadi poin penting tulisan mas Herry.
Comment by dondick — Friday, March 2, 2007 @ 06:50
21. Tulisan yang bagus mas, saya baru tau ttg hal ini
menyambung ttg dosa warisan atau keturunan, kasihan juga ya orang2 yang dilahirkan dari keluarga kafir atau jahat atau bejat dll. Potensi untuk jadi baiknya sedikit, beda dengan anak dari orang bener, potensi baiknya jadi besar tentu ada beberapa pengecualian seperti anak nabi Nuh yang kafir.
Tapi mungkin yang lebih penting adalah seberapa besar usaha, bukan sampai dimana seseorang, karena kalau gitu jadi gak adil donk Tuhan karena tiap2 orang start dari tempat yang berbeda, gitu? :
Comment by Hansen — Tuesday, March 13, 2007 @ 08:59
22. Hadis ini perlu dikritisi.
- Rosul Muhammad saw polygami karena apa
- saya ragu kwalitas Ali ra kok diriwayatkan cuma segitu
Comment by abdurrachman huda — Friday, March 16, 2007 @ 17:27
23. Kalau belum banyak belajar ayat-ayat Al-Quran dan tafsirnya, hadits-hadits Nabi dan penjelasannya, kia kok banyak komentar tentang syariat Allah ini ya?
Comment by Aji Jatmika A — Tuesday, May 29, 2007 @ 17:03
24. Poligami atas nama agama, membunuh juga atas nama agama. Terorisme atas nama agama. Kenapa menjadi begini?
Waktu jaman Majapahit, orang Jawa (Gajah Mada, dll) membuat nusantara
makmur dan jaya. Orang jawa berkebudayaan tinggi, kreatif dan toleran.
Setelah Islam masuk di Jawa, negara kita hancur korban dari penajahan
Belanda, Jepang, dsb. Korban dari korupsi, kekerasan/teror, malapetaka. Dan korban dari imperialisme Arab (Indonesia menjadi pemasok turis calon haji yang terbesar di dunia). Orang-orang Arab ini memang hebat telah berhasil menemukan cara untuk memasukkan devisa.
Bagaimana caranya supaya orang Jawa kembali bisa memakmurkan negara kita yang tercinta ini?
Comment by Saleh Aziz — Monday, June 11, 2007 @ 17:27
25. Islam tidak cocok untuk wanita karena Islam menurunkan derajat wanita.
Comment by Zorion Annas — Monday, June 11, 2007 @ 17:28
26. @Saleh Aziz Menurut Rasulullah Muhammad SAW, Agama itu akhlaq yg baik, jika buah akhlaq perbuatan tidak baik, maka akan gugur sendiri, jika mengatas namakanpun perlu persetujuan yang punya misalnya surat kuasa, jika tidak disetujui ya… bayar sendiri…masalah pelakunya, he..he…no comment
orang beragama untuk kebutuhan diri sendiri, jika berhasil dalam agama yang untung diri sendiri, bermajelispun untuk menambah pengetahuan diri sendiri.
Masalah cocok engga cocok, engga usah dirisaukan, seperti pakaian silahkan dicoba, diamati, dinikmati ngerasa enak beli, pakai tampilkan pada tempat dan waktunya, engga cocok…???…hmmmmm
Comment by zal — Tuesday, June 12, 2007 @ 16:12
27. POLIGAMI = PELECEHAN WANITA
Dalam al-Qur’an, ada ayat yang secara eksplisit membolehkan poligami: dua, tiga atau empat orang isteri. Ayat inilah yang selalu menjadi senjata pendukung poligami untuk membenarkannya menurut optik Islam.
Potongan pertama “ayat poligami” di Qur’an, seakan menyusun tangga jumlah keutamaan pernikahan. Di mulai dari dua, tiga, lantas empat. Yang paling reflek ditangkap logika biasa: cobalah dua dulu; kalau masih berminat, bisa tiga; jika masih ada kemauan dan kemampuan, boleh nambah menjadi genap empat. Bahkan, sementara umat Islam, ada yang sampai hati menjumlahkan bilangan-bilangan yang disebut Tuhan di al-Quran tersebut. Dua plus tiga, plus empat, sehingga menghasilkan jumlah yang fantastis dan menguntungkan kecenderungan pernikahan seseorang. Perbedanaan pemahaman ini tidak lepas dari permasalah hermeneutika (cara tafsir) atas ayat al-Qur’an. Masalahnya adalah, apakah penyebutan dua, tiga, empat, lantas kemudian satu, menunjukkan yang disebut pertama lebih utama (afdlal) dari yang kemudian? Kalau itu dilihat sebagai urutan keutamaan, ya poligami menjadi pilihan.
Yang sering terlupakan adalah kelanjutan “ayat poligami” ini. Justru, yang terlupakan inilah sebetulnya ruh ayat itu. Yaitu: masalah keadilan. Keadilan atas siapa? Tentu yang dimadu (perempuan). Dari sudut pandang siapa keadilan itu? Ya, jelas sudut pandang perempuan. Sebab, yang menjadi objek poligami adalah perempuan; yang makan hati dan tahu takaran keadilan poligomos adalah perempuan itu sendiri, utamanya yang dimadu (yang terlecehkan).
Comment by Zorion Annas — Tuesday, June 19, 2007 @ 01:13
28. PERLAKUAN KASAR DIBENARKAN OLEH AL-QUR’AN
Kang Sufehmi, bacalah kutipan surah an-Nisa ayat 34: “…Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka…”
Ini jelas sekali bahwa, di lingkungan muslim, wanita adalah korban dari kekerasan fisik, penghinaan, pelecehan seksual. Semuanya itu dihalalkan oleh Al-Qur’an.
Comment by Zorion Annas — Tuesday, June 19, 2007 @ 01:14
29. Info aja.
Zorion Annas, a.k.a B. Ali, also known as Saleh Aziz. Orangnya hobi sekali ‘teriak-teriak’ kampanye negatif tentang Islam, lalu kopi-paste komentarnya di mana-mana. Bukan cuma masalah poligami aja: Islam tidak manusiawi, tidak adil, dan sebagainya. A pure troll against Islam and Muslim as a whole. Dia di Belanda.
Google aja namanya. IP nya saya simpen, juga yang ini, kalo-kalo ada yang butuh.

0 komentar:

Template by:
Free Blog Templates