Mimpi Suami, Mimpi Istri, Mimpi Keluarga Membangun mimpi individual, dari skala, relatif lebih mudah ketimbang membangun mimpi yang mau tak mau melibatkan orang ketiga (suami, istri, anak, mitra bisnis, investor, dll). Ketika sendiri, kita bisa menebar mimpi apa saja dan berusaha dengan segala daya mewujudkannya. Namun, begitu berkeluaga, sepasang manusia dengan penuh cinta saling membagi mimpi dan berusaha mengkonstruksikan mimpi bersama, kemudian bersama-sama membangun. Filosofinya, rumus matematika 1+1=2 tidak laku dalam pernikahan. Pernikahan adalah sinergi dua manusia yang punya potensi untuk melancarkan energi positif yang sebelumnya tertutup pada masing-masing individu. Cinta yang ditumpahkan masing-masing akan membuat pasangan suami istri memiliki energi yang berlimpah untuk mewujudkan mimpi bersama. Saya sangat merasakan bedanya hidup sebelum dan setelah menikah. Tanpa istri yang mendampingi dengan penuh cinta, mustahil saya meraih semua ini. Rumus menikah yang tepat adalah 1+1 >>> 2. Satu ditambah satu hasilnya jauuuuh di atas dua. Dulu di awal menikah, kami berdua mencari kontrakan yang murah meriah dengan jalan kaki ke mana-mana sambil ketawa-ketawa. Akhirnya dapat kontrak rumah mungil di tengah kebun duku di kawasan Condet, dengan listrik hanya110 KWh. Hidup ada adanya, rumah tanpa dipan dan kasur, tanpa teve, bahkan jemuran baju pun tak punya. Buat kami, itu sudah mewah. Bisa kawin dengan lancar saja sudah seneng. Bahkan saat itu saya sering bercanda ke istri, "Kayaknya ayah cuma bisa beli mobil itu deh", begitu melihat mobil Datsun tua dan keropos lewat. Namun lulusan cum laude Farmasi UGM yang mau dinikahi sarjana Teknik dengan IP 2,19 itu hanya tersenyum. Matanya yang bening seolah berkata: "Sudahlah, tidak usah risau dengan materi seperti itu". Mimpi istri sudah kelihatan sejak awal. Dia seorang yang sangat mencintai harmoni, kebersamaan, dan tidak mendewakan materi. Dia lebih senang menjadi dosen dan punya banyak waktu untuk bercengkerama dengan anak dan memberi dukungan ke suami. Ia tidak tertarik bekerja di perusahaan farmasi yang mau memberinya gaji dan fasilitas jauh lebih tinggi namun harus berangkat dari rumah jam 06.00 dan pulang ke rumah jam 19.00 ke atas. Mata teduhnya seolah mengatakan: saya hanya akan bekerja selama saya bisa terus menerus meniupkan nafas cinta ke anak dan suami. Balutan cinta itulah yang menjaga suaminya untuk berkarir setinggi mungkin, bekerja sekeras mungkin, "berspekulasi seaman mungkin", bermimpi setinggi mungkin, dengan tetap sadar terhadap mimpi istri, mimpi keluarga, bahkan mimpi anak. Mimpi istri akan keluarga sakinah mawaddah wa rochmah, mendorong suami untuk mencari rezeki yang halal. Rezeki yang dialirkan ke rumah adalah hasil keringat sendiri, bukan hasil korupsi (termasuk korupsi waktu dan korupsi lain). Di saat lelah kerjaan kantor, kebanyakan rekan kerja ke café hingga petang, saya memilih pulang ke rumah kelonan dengan istri dan anak. Saya lebih suka menumpahkan kelelahan dalam pelukan hangat istri. Namun, filosofi yang kelihatannya sederhana (1+1>>>2) itu tidak mudah dipraktekkan. Saya menemukan rekan kerja yang di ujung perceraian karena istrinya cemburu dengan suaminya yang sukses dan banyak dikelilingi wanita cantik. Saya juga melihat seorang wanita yang karirnya melejit ketika karir suaminya datar sehingga memicu rasa minder suami yang ujung-ujungnya mempertinggi percekcokan keluarga. Saya pun kadang diolok-olok sebagai suami takut istri, bahkan ditasbihkan sebagai ketua ISTI (ikatan suami takut istri), karena memilih pulang ketimbang nonkrong di café hingga petang. Tiap keluarga pasti akan memiliki tantangan masing-masing. Berbagi mimpi sebagai individu, saling menghargai mimpi pasangan, menyepakati mimpi bersama, dan dengan penuh cinta membangun mimpi-mimpi tersebut memang bukan perkara mudah. Perlu banyak diskusi, wajib banyak latihan untuk memahami mimpi dan keterbatasan pasangan masing-masing. Itu akan bisa dilaksanakan jika pada saat-saat kritis, kita mengingat awal-awal perkawinan, saat di mana kita yakin, dialah orang terhebat yang bakal mendampingi hidup kita. Pasangan kita bukanlah penghambat mimpi atau bahkan pesaing mewujudkan mimpi. Pasangan hidup adalah jiwa tambahan yang membuat kita bisa terbang jauh lebih tinggi bersama-sama untuk menggapai mimpi bersama yang tak terbayangkan ketika masih sendiri. Luthfie |
0 komentar:
Posting Komentar