Senin, 10 November 2008

Nasihat Perkawinan

Nasihat Perkawinan 
 
 
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
 
  _____  
 
Halaman tiga dari empat tulisan 
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM 
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi 
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara
yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam. 
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur 
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya
ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.
Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda : 
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan,
dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi). 
 
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami 
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut : 
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim".
(Al-Baqarah : 229). 
 
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah
lanjutan ayat di atas : 
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ". (Al-Baqarah : 230). 
 
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu
setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami,
maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah
b. Shalihah 
 
a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit
zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam
mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan
agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan)
hanya diukur lewat materi saja. 
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan
antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq
seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah
memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab,
miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya (Al-Hujuraat : 13). 
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal". (Al-Hujuraat : 13). 
 
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk
menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi
yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib
mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang
Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : 
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian,
niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim
4:175). 
 
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus
memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah : 
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara
(mereka)". (An-Nisaa : 34). 
 
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita
yang shalihah ialah : 
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup
seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki
yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya". 
 
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan
terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat
melahirkan generasi penerus umat. 
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah 
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah). 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk
sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan
bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu
birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula
kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka
akan memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad
5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih). 
 
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih 
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan
mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : 
"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami
istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl :
72). 
 
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh
anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas,
yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. 
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak
"Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami.
Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq
Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami
istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya
ke jalan yang benar. 
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa
pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan
tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam. 
Halaman tiga dari empat tulisan 
 
 

TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

1. Khitbah (Peminangan)

Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

2. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.

b. Adanya Ijab Qabul.

c. Adanya Mahar.

d. Adanya Wali.

e. Adanya Saksi-saksi.

Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

3. Walimah

Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya

diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri).

SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN

1. Pacaran

Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya "Berpacaran" terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.

Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk

menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari'at Islam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.

2. Tukar Cincin

Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)

3. Menuntut Mahar Yang Tinggi

Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.

Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348).

4. Mengikuti Upacara Adat

Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.

Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?". (Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta'ala :

"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (Ali-Imran : 85).

5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah

Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa' Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.

Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa' Wal Banin. 'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?".

'Aqil menjelaskan :

"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum" (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).

Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :

"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii khoir"

Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).

6. Adanya Ikhtilath

Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.

7. Pelanggaran Lain

Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.

KHATIMAH

Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :

"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum : 21).

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan

kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya

masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan percekcokan.

Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".

Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.

Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ali-Imran : 19).

"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa". (Al-Furqaan : 74)

Amiin.

Wallahu a'alam bish shawab.

0 komentar:

Template by:
Free Blog Templates