Kisah kehidupan dan perjuangan Nabi Ibrahim yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah suatu pendidikan yang meninggalkan kesan amat mendalam terhadap pembentukan pribadi Muslim.
Di saat masih muda belia dia telah mulai menyatakan pendiriannya yang tegas di hadapan ayah kandungnya sendiri, yang nyata pendiriannya yang ditegaskan berlawanan dengan pendirian ayahnya. Beliau telah menunjukkan perbedaan di antara cinta kepada ayah dengan pendirian yang benar. Ayah beliau adalah salah seorang pembuat berhala dan penjaganya.
Di dalam surat Maryam dari ayat 41 s.d 50 kita lihat betapa Ibrahim yang berkeyakinan penuh terhadap Allah menegur kesalahan ayahnya dengan penuh cinta.
Coba kita lihat betapa Allah mengisahkan seruan anak yang mencintai ayahnya itu, menyusun kata penuh-penuh cinta kepada seorang ayah.
“Wahai ayahku, apakah sebabnya engkau menyembah barang yang tidak mendengar dan tidak melihat, dan tidak sedikit pun aku memadai bagimu”.
“Wahai ayah : Sesungguhnya telah datang kepadaku ilmu, yang tidak datang kepada engkau, sebab itu ikutlah aku niscaya akan aku tunjukkan kepada engkau jalan yang benar. Wahai ayahku, janganlah ayah menyembah syaitan karena sesungguhnya syaitan itu adalah durhaka kepada Tuhan Yang Rahman. Wahai ayah, sesungguhnya aku takut ayah akan ditimpa oleh Tuhan Yang Rahman itu dengan siksaan, maka jadilah ayah dibawah pengaruh syaithan”.
Seruan anak itu betapa pun penuh dengan kecintaan, telah sangat menyinggung perasaan si ayah, yang merasa dirinya lebih pintar dan lebih banyak pengalaman. Lalu dia menyambut seruan anaknya dengan sambutan yang tidak enak” Apakah engkau tidak suka kepada tuhan-tuhan yang aku puja itu, ya Ibrahim? Kalau tidak engkau hentikan perbuatanmu itu, pastilah engkau akan aku timpuki dengan batu”. Inilah sambutannya yang pertama atas ajakan anaknya. Tetapi setelah agak reda marahnya, kasihnya kepada anaknya timbul kembali. Sebab itu supaya pertentangan jangan berlarut-larut, akhirnya si ayah berkata : “Dan tinggalkanlah aku sementara waktu?.
Karena teguhnya pada pendiriannya, si anak menerima keputusan ayahnya itu. Bila kita baca ayat itu kembali dengan seksama terasalah kerelaan anak bercerai dengan ayahnya. Ibrahim berkata : “Salamun ‘alaika” yang sama artinya dengan “selamat tinggal” ayahku! Aku akan akan memohon ampun untuk ayah dari Tuhanku, karena Tuhan sayang kepadaku.
Meninggalkan kesan dalam jiwa seorang Muslim bahwa semangat muda menumbuhkan keberanian moral menghadapi segala macam kemungkinan di dalam hidup. Walaupun dimasukkan ke dalam api menyala sekalipun.
Perjuangan Ibrahim diwaktu muda menentang pendapat ayahnya, menentang adat istiadat kaumnya dan menentang raja sekalipun dan untuk bersedia dibuang jauh dari tanah air dan hidup di negeri lain, adalah suri teladan yang ditanamkan al-Qur’an dalam hati Muslim sejati sehingga mereka tidak merasa ragu-ragu buat mengambil tindakan, apabila dia telah yakin kebenaran pendiriannya.
Kisah hidup Nabi Ibrahim di waktu muda adalah salah satu ajaran revolusioner yang melekat dalam jiwa seorang Muslim. Nabi Muhammad dalam salah satu sabdanya mengatakan bahwa darah muda adalah salah satu bagian dari “Gila” Dorongan darah mudalah yang menyebabkan Ibrahim berbuat satu sikap yang dapat dituduh gila oleh kaumnya, bahkan oleh ayahnya sendiri. Dia tidak melihat kekuatan lawan, karena percaya akan kekuatan kebenaran pendiriannya.
Kalau tidak ada ke “gilaan” semacam ini masyarakat yang telah membeku tidaklah bisa dirombak. (Panji Masyarakat I/403 Maret 1967) (esha)
Sabtu, 15 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar