Polemik Zakat dan Pajak
Oleh : Rivanli Azis*
Apakah itu Zakat?Samakah pengertiannya dengan Pajak?Zakat dipandang dari segi terminologi artinya tumbuh, berkembang, menyucikan (atau membersihkan). Pengertian zakat sendiri adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerima (fakir, miskin, dsb) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat.Zakat adalah ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi vertikal (adanya hubungan antara sang Khaliq dan makhluk) dan hubungan horizontal (hubungan sesama makhluk), sehingga zakat mempunyai beberapa prinsip di antaranya untuk mengangkat derajat fakir miskin, membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya.
Selain itu untuk membina tali persaudaraan sesama ummat Islam dan manusia pada umumnya, adalah menghilangkan sifat kikir para pemilik harta, menghilangkan sifat iri hati (kecemburuan sosial) dari hati orangorang miskin dan menghilangkan jurang pemisah di antara mereka dalam masyarakat, dan mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban menyerahkan sesuatu yang semestinya.
Sebagai nilai sosial zakat adalah untuk membantu memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia, memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka, mengurani kecemburuan sosial, dan memperluas peredaran harta benda atau uang.
Bagaimana pula dengan Pajak?Pajak secara etimologi adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.Dilihat dari definisi tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pajak ada unsur pemaksaan, karena ada kata-kata pungutan wajib dan sebagai sumbangan wajib. Apa ada konteks bahasa dan realita yang mengatakan bahwa sumbangan bersifat wajib, karena biasanya yang namanya sumbangan bersifat suka rela tanpa ada unsur pemaksaan sama sekali.
Sementara tujuan pajak adalah untuk menggali dana atau uang sebanyak- banyaknya tanpa melihat dan memandang orang kaya ataupun miskin.
Namun demikian kita harus mengucapkan terima kasih terhadap pemerintah karena telah mengakui adanya zakat, karena setelah ditetapkan UU Nomor 17 Tahun 2000 yang diberlakukan mulai tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menegaskan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi maupun badan, dan zakat bukan merupakan objek pajak bagi si penerima zakat.Dalam kaitan ini, penetapan UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU Nomor 17 Tahun 2000 (sebagai perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1983) tentang Pajak Penghasilan dapat dipandang sebagai langkah maju menuju sinergi zakat dengan pajak.
Seperti disebutkan dalam UU No 38 tahun 1999 bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada BAZ atau LAZ akan dikurangkan terhadap laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan.Di dalam UU No 17 tahun 2000 juga ditetapkan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan secara resmi oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk Islam atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki kaum muslimin, dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak.Dengan kata lain, sebagaimana yang diatur dalam keputusan Dirjen Pajak No KEP-542/PJ/2001 bahwa zakat atas penghasilan dapat dikurangkan atas penghasilan netto.Pemberlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak jelas akan berpengaruh langsung terhadap penerimaan pemerintah dari sektor pajak.
Semakin banyak ummat Islam yang membayar zakat akan mengakibatkan semakin banyaknya pengurang penghasilan kena pajak. Sehingga apabila penghasilan kena pajak menjadi kecil dengan sendirinya pajak penghasilan yang diterima negara juga mengecil.Dan inilah agaknya, yang menyebabkan pemerintah gamang dan raguragu dalam pengelolaan zakat. Karena khawatir target penerimaan dari sektor pajak, termasuk pajak penghasilan, akan terganggu, sehingga dikhawatirkan berakibat semakin tersendatnya pemulihan ekonomi nasional.Padahal kalau mau dikaji lebih lanjut dengan menggunakan beberapa model penelitian dapat dibuktikan bahwa efek zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah positif terhadap pendapatan nasional keseimbangan, sekalipun zakat penghasilan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak, tapi kondisi perekonomian secara makro tetap membaik. Bahkan pendapatan nasional keseimbangan dengan variabel zakat lebih tinggi hasilnya dibandingkan pendapatan nasional keseimbangan tanpa variabel zakat.
Ada beberapa kendala yang penting dan sangat berpengaruh dalam usaha pembudayaan zakat adalah: (1)Kurangnya sosialisasi/informasi tentang peraturan perundang-undangan zakat pada umat Islam, para wajib zakat (muzaki), pengurus/pengelola/amil, para mustahik dan aparat/instansi dinas terkait.(2)Kurangnya pemahaman/kepedulian para pejabat Departemen Agama, tokoh agama (ulama), tokoh masyarakat dan para pakar/cendekiawan muslim tentang perlunya gerakan massal dalam usaha pembudayaan zakat sejak diberlakukannya secara efektif UU No.38 Tahun 1999.(3)Tidak adanya peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.(4)Kurangnya koordinasi antara Depag dan Depkeu sehingga penghitungan zakat mal berdasarkan hukum agama (Islam) dan penerapannya dalam kaitannya dengan pengurangan pajak sulit dilaksanakan.
Kesimpulannya adalah, perbedaan zakat dan pajak adalah (1) dari segi nama, zakat (suci, berkembang), pajak (upeti, beban), (2) dasar hukum, zakat (qath’i, mutlak), pajak (relatif, tergantung kebijakan pemerintah), (3) Dari segi objek, prosentase dan sasaran, zakat (ada batas minimal nishab, prosentase yang jelas, serta sasaran 8 ashnaf yang baku. Sedangkan pajak (bergantung pada peraturan, objek, juga sifat dan ciri).Namun demikian, zakat merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim yang telah ditentukan syariat, sedangkan pajak adalah kewajiban lainnya yang harus ditunaikan untuk kemaslahatan umum.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Unand dan aktif di Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Kota Padang.
Selasa, 09 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar