Senin, 08 Desember 2008

Artikel Rivanli Azis

EMANSIPASI WANITA DALAM ISLAM
Oleh : RIVANLI AZIS *
Berbicara tentang Emansipasi maka terlintas dalam pikiran kita adalah perjuangan seorang Kartini dalam menuntut hak-haknya.Gaung emansipasi sampai hari ini masih terasa.Banyak kalangan menilai emansipasi wanita dahulu diinterprestasikan secara emosional oleh wanita hari ini.Kaum feminis sampai hari ini memperjuang adanya kesetaraan gender.Artinya adanya persamaan hak antara Pria dan Wanita.Bahkan kalau perlu wanita berhak memimpin rumah tangga dan yang lebih aneh lagi Wanita yang memberikan mahar kepada Pria dalam sebuah pernikahan.Dan bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang emansipasi wanita ini.Dalam Al-Qur’an dinyatakan secara tegas :"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar".Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas ra bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita: “Mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan para laki-laki sementara para wanita tidak?” Maka turunlah ayat ini.
Jauh Sebelum memproklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita. Dari ayat di atas kita bisa melihat betapa Islam tidak membedakan antara wanita dan laki-laki. Semua sama di hadapan Allah.swt, dan yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, taqwa dalam artian menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Sering kita dengar pemahaman emansipasi wanita yang selalu digembar-gemborkan orang-orang barat yang mengatasnamakan hak asasi manusia, bahwa emansipasi wanita adalah menyamakan hak dengan kaum pria, padahal tidak semua hak wanita harus disamakan dengan pria, karena Allah.Swt telah menciptakan masing-masing jenis kelamin dengan latar belakang biologis kodrati yang tidak sama. Persamaan hak untuk dilindungi oleh hukum, mendaptkan gaji yang setara dengan laki laki jika berada di kedudukan atau kemampuan yang sama, dan lain sebagainya adalah segelintir contoh dibolehkannya persamaan hak dengan kaum pria.
Makna emansipasi wanita yang benar, adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan sektor informal belum menyadari makna dari emansipasi wanita itu sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral, dan hukum genderisme lingkungan sosio-kultural menjadi serba keliru. Belenggu budaya itulah yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk memilih dan menentukan nasib sendiri.Perjuangan R.A. kartini dan R.Dewi Sartika dalam medobrak keterbelengguan pribumi oleh penjajah merupakan pergerakan yang spektakuler bagi wanita Indonesia saat itu. Sebuah perang dengan cara moderat tanpa adu kekuatan fisik, akan tapi adu otak, adu harga diri. Tak berselang lama kebangkitan harga diri pribumi mulai naik hingga kita sebut sebagai Zaman Kebangkitan Nasional, tidak hanya bangkit meruncingkan bambu, tapi juga meruncingkan pikiran, mengasah otak melalui kata-kata, baik di forum diskusi maupun di media cetak.
Di hari Kartini ini, mari kita meneropong kebelakang melihat kembali wanita-wanita yang berjaya pada awal-awal berdirinya Islam, mereka adalah Aisyah binti Abu Bakar(wafat 58 H), Hafsah binti Umar (wafat 45 H), Juwairiah binti Harits bin Abu Dhirar (wafat 56 H), Khadijah binti Khuwailid (wafat 3 SH), Maimunah binti Harits (wafat 50 H/670 M), Ummu Salamah (wafat 57 H/676 M), Zainab binti Jahsy (wafat 20 H), Fatimah binti Muhammad (wafat 11 H), Ummi Kultsum binti Muhammad (wafat 9 H/639 M), Zainab binti Muhammad (wafat 8 H.) dan lain sebagainya. Merekalah yang telah memberikan suri tauladan yang sangat mulia untuk keberlangsungan emansipasi wanita, bukan saja hak yang mereka minta akan tetapi kewajiban sebagai seorang wanita, istri,anak atau sahabat mereka ukir dengan begitu mulianya. Seperti telah disinggung di atas, dalam pandangan Islam wanita yang baik adalah wanita yang seoptimal mungkin menurut konsep al-qur’an dan assunnah. Ialah wanita yang mampu menyelaraskan fungsi, hak dan kewajibannya:
Seorang hamba Allah ( At-Taubah : 71 ),Seorang istri ( An-Nisa : 34)
Seorang ibu ( Al-Baqoroh : 233 ),Warga masyarakat (Al-furqan : 33),dan Da’iyah ( Ali Imran :104 -110).Islam juga telah mengabadikan nama wanita yang dalam bahasa Arab An-nisa (النساء) ke dalam salah satu surat dalam Al-quran, dan islam juga tidak melarang wanita untuk berperang atau berjihad di jalan Allah.Swt melawan orang-orang kafir, dalam hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat wanita terkemuka Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra berkata :
“Kami pernah bersama nabi SAW dalam peperangan, kami bertugas memberi minum para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.” Ummu Haram ra, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra , dimana ia berkata:
“Nabi SAW bersabda : “Sejumlah orang dari ummatku menawarkan dirinya sebagai pasukan mujahid fi sabilillah. Mereka mengarungi permukaan lautan bagaikan raja-raja di atas singgasananya.” Lalu tiba-tiba Ummu Haram ra berkata: “Ya Rasulullah, doakan saya termasuk diantara mereka itu.” Lalu Nabi SAW mendoakannya…”
Sesungguhnya Maha Benar Allah yang dengan tegas bersabda dalam Al- Qur’an bahwa musuh-musuh Islam akan selalu berupaya dengan berbagai cara agar kita mengikuti millah (sistem hidup) mereka, hingga mereka ridha (QS Al-Baqarah: 120), dan mereka akan selalu memerangi Islam dan segala yang berbau Islam, kalau dapat memurtadkan kita dari Islam (Al-Baqoroh : 217 dan Alburuuj : 8). Sungguh Maha Benar Allah.Sesungguhnya fenomena muslimah hari ini (kebanyakan telah menyimpang jauh dari Allah dan RasuINya), dan kehilangan jati dirinya sebagai muslimah adalah hasil dari rekayasa mereka yang menghendaki ajaran Islam itu kabur, sulit difahami dan terkesan kolot (terbelakang) serta menghambat kemajuan.
Untuk mendukung semua itu merekapun merekayasa, para ‘cendekiawan muslim’ yang lemah iman untuk mendukung program mereka dan menimbulkan keragu-raguan ummat.Para wanita yang dalam Islam sangat dihormati dan dimuliakan digugat. Aturan-aturan Islam yang tinggi dan sempurna dituding sebagai biang keladi ‘terbelakangnya’ para wanita Islam. Musuh-musuh Allah yang lantang meneriakkan isu hak asasi, kebebasan, modernisasi, dan persamaan inipun menyerang masalah poligami,hak menthalaq, hak warisan, masalah hijab, dan sebagainya sebagai hal-hal yang melemahkan Islam. Islam dikatakan telah merendahkan harkat dan martabat wanita, sedangkan Barat lah yang mengangkat dan memuliakannya.
Mari kita bandingkan dunia Islam dan dunia Barat, pada satu sisi mereka maju di bidang duniawi yang pernah dimiliki kejayaan islam, tapi kita lihat hubungan – hubungan sosial mereka ( hubungan antara masyarakat, suami dan istri orang tua dan anak dan lain sebaginya ) Islam lebih gemilang dengan hal-hal itu.
Pada akhirnya kita sebagai wanita mulimah untuk selalu menyiapkan dan meningkatkan kualitas keislaman kita, agar kita tidak terpengaruh dengan slogan- slogan barat yang akan menghancurkan pilar-pilar Islam dan menyilaukan mata kita.
Selamat hari Kartini semoga wanita Indonesia bisa lebih meningkatkan khazanah keislamannya dan menghasilkan karya-karya besar untuk kemajuan Indonesia dan Islam pada umumnya.
*Penulis adalah PENERIMA BEASTUDI ETOS DOMPET DHUAFA REPUBLIKA dan sekarang masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Andalas.

0 komentar: