Penegakan Hukum Lingkungan Masih Rendah
Oleh : Rivanli Azis*
“Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”(Al-Qur’an :Ar-Rum ayat 41).Al-Qur’an sudah berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup ribuan tahun yang lalu.Allah menggambarkan kerusakan alam akibat perbuatan tangan manusia.Hanya manusialah yang bersifat merusak alam.Padahal banyak makhluk Allah yang lain.Kenapa harus manusia?Karena manusia sebagai khalifah dimuka bumi bersifat rakus dan ingin menang sendiri.Manusia enggan bersyukur dengan apa yang telah diperolehnya.Padahal alam raya ini hanya untuk manusia agar kehidupan manusia berjalan lancar.Mulailah manusia menebang hutan untuk dijual kayunya.Hutan-hutan dieksploitasi sehingga hewan-hewan terpaksa keluar dari sarangnya dan masuk ke perkampungan manusia.Ada kasus gajah-gajah masuk ke perkampungan manusia dan mengganggu manusia.Ada lagi harimau yang terpaksa menerkam manusia karena habitatnya terganggu.
Lingkungan hidup yang asri,aman dan nyaman merupakan dambaan setiap insan dan negara didunia.Betapa tidak,dengan lingkungan yang tenang kita akan dapat melakukan aktifitas apa saja dengan baik.Suasana hati yang cerah mendukung terselesainyaDewasa ini masyarakat internasional mengalami era globalisasi pada semua sektor kehidupan.KTT Bumi pada tanggal 3-14 Juni 1992 di Rio de Janeiro,Brazil yang menghasilkan Deklarasi Rio dan Agenda 21 serta dilanjutkan pada sidang khusus dalam majelis umum PBB tanggal 23-27 Juni 1997 di New York mencanangkan perlu dilakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) terhadap keasrian lingkungan hidup pada tahap nasional,regional dan internasional.Tidak kecuali di Indonesia,pembangunan berkelanjutan perlu didukung serius semua pihak dengan upaya penegakan hukum lingkungan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk menyelamatkan lingkungan hidup dewasa ini dan masa depan.Meskipun UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diberlakukan sejak tanggal 19 September 1997 merupakan payung hukum bagi semua peraturan dibidang lingkungan dewasa ini sudah berusia 11 tahun namun persepsi antar instansi terkait belum sama.Padahal kesamaan persepsi sangat dibutuhkan sekali untuk menegakkan hukum lingkungan ini.
Penegakan hukum selama ini ditafsirkan secara sempit yaitu dari segi penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran lingkungan yang berlaku secara represif atau dengan kata lain sama dengan menegakkan pasal 41-48 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.Artinya hukum lingkungan identik dengan hukum pidana.Padahal penegakan hukum lingkungan meliputi juga sanksi hukum administrasi dan hukum perdata.Sanksi pidana dalam hukum lingkungan sebenarnya alternatif terakhir (ultimum remedium)dan bukan pula sanksi utama setelah saknsi administrasi dan keperdataan ,tidak mampu menjerakan para pencemar lingkungan hidup.Artinya masih ada alternatif lain untuk menyelesaikan sentgketa dibidang lingkungan hidup.Tidak harus sanksi pidana langsung diberlakukan jika ada pelanggaran terhadap hukum lingkungan.
Kasus burung cenderawasih di Irian Jaya (sekarang Papua) pada tahun 1984,pencemaran limbah tahu di Sidoarjo (Jawa Timur) pada tahun 1989,PT.Banyumas Washing Centre di Bnayumas (Jawa Tengah) pada tahun 1990,Kali tapak di Semarang (Jawa Tengah) pada tahun 1991,PT.Inti Indo Rayon (IIU) Utama di Porsea (Sumatera Utara) pada tahun 1990 merupakan beberapa contoh kasus penyelesaian hukum yang kurang memuaskan bagi masyarakat dari segi penegakan hukum lingkungan dengan adanya pembebasan hukuman.Jika mau dihukum,hakim hanya menjatuhkan sanksi pidana denda sebesar Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) sampai Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah).Ini tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelanggarnya.Pidana denda akan mendidik masyarakat untuk jual-beli hukum.Hukum bisa dibeli asal uangnya sudah sesuai dengan permintaan Undang-Undang atau keputusan hakim.
Sedikit langkah lebih maju dilakukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Sonny Keraf dari segi penegakan hukum lingkungan administrasi dengan mencabut izin operasional PT.IIU di Sumatera Utara tahun 2000 setelah gencar dilakukan pemblokiran jalan ke pabrik oleh Masyarakat setempat dan kecaman dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mancanegara dengan menurunnya kualitas sungai Asahan dan Danau Toba.Sayangnya tindakan ini dilakukan setelah adanya tekanan dari masyarakat dan LSM.Artinya jika tidak ada kecaman,umpatan atau kritikan mungkin saja PT.IIU tetap beroperasi.Harusnya pemerintah dengan aparaturnya segera bertindak cepat tanpa menunggu aba-aba dari masyarakat.
Untuk menegakkan hukum lingkungan maka kemampuan aparatur penegaknya harus ditingkatkan.Para aparatur penegak hukum harus paham tugas-tugasnya untuk menegakkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Banyak kendala yang dihadapi untuk menegakkan hukum lingkungan ini dimasyarakat.Selain aparatur penegak hukum yang masih kurang paham akan tugas-tugasnya,juga kesadaran hukum lingkungan di dalam masyarakat masih kurang.Terbukti banyak masyarakat kita yang membuang sampah sembarangan.Lihat saja Pasar Raya Kota Padang betapa kacau balaunya tata kelola sampah sehingga menganggu kenyamanan masyarakat untuk berbelanja di Pasar.Belum lagi pasar-pasar lain yang ada di Sumatera Barat yang kondisinya hampir sama dengn Pasar Raya Padang.
Kendala yang lainnya adalah adanya kekeliruan persepsi antar instansi yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan.Pemerintah cenderung berpihak pada Industri Pencemar.Kasus lumpur Lapindo Brantas bisa menjadi contoh betapa Pemerintah kurang menunjukkan keberpihakannya pada rakyat kecil.Undang-Undang No.23 tahun 1997 tidak efektif untuk membuat jera para pelanggar dan pencemar lingkungan hidup.Sebab dalam hukum pidana kesalahan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan.Dalam dunia kriminologi dikenal dengan White Colar Crime atau kejahatan kerah putih.Dinamakan kejahatan kerah putih bukan karena kerahnya putih akan tetapi para pelaku kejahatan bukanlah sembarangan orang.Para pencemar lingkungan adalah orang atau badan hukum yang memiliki pendidikan tinggi,status ekonomi dan kemampuan ekonomi lebih baik seperti Pengusaha atau Usaha Sendiri.Sehingga mereka seolah-olah kebal dan tidak dapat dijerat oleh hukum.Hukum hanya bisa menjerat rakyat jelata yang mencuri karena tidak ada lagi yang dapat dimakan.Hukum hanya berlaku bagi pedagang kaki lima yang digusur untuk pembangunan Pasar Raya Modern kelas atas yang hanya bisa dimasuki oleh kalangan atas.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Unand Angkatan 2005.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. Nama Lengkap : Rivanli Azis
b. Tempat/Tgl Lahir : Padang/27 November 1986
c. NIM : 05140245
d. Fakultas/Program Studi : Hukum /Ilmu Hukum
e. Perguruan Tinggi : Universitas Andalas
f. Telepon : 085274295002
g. Riwayat Pendidikan
1. SD : SDN 16 Pariaman (1993-1999)
2. SLTP : SMP Negeri 1 Pariaman (1999-2002)
3. SMU : SMU Negeri 1 Pariaman (2002-2005)
4. Perguruan Tinggi : Fakultas Hukum Unand (2005-sekarang)
h.Karya Tulis
-Tawuran Antar Mahasiswa,Intelekkah? Dimuat diharian Padangekspres
-Gaya Hidup Boros Rasuki Mahasiswa dimuat di harian Padangekspres
-Masih Adakah Reformasi Hukum? Dimuat diharian Padangekspres
-Kuliah Kerja Nyata,Siapa Takut? Dimuat di Media Indonesia
-Faktor-Faktor Pemicu WNI menjadi Askar Wataniah di Malaysia diterima Dikti dan diundang mengikuti Dialog Kebangsaan Mahasiswa Nasional Angkatan I 2008 di Bogor.
-Pelayanan Aborsi Aman (safe abortion) untuk menekan angka kematian Ibu dalam kaitannya dengan kelemahan Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan (karya ini dinyatakan Juara 2 LKTI Pusako Tingkat Sumbar)
j.Pengalaman Organisasi
-Koordinator Humas LPI FHUA 2007-2008
-Sekretaris Cabang DPC Permahi Kota Padang 2008
Selasa, 09 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar