Senin, 01 Desember 2008

Kewirausahaan : Yusmael

Yusmael: Arti Nilai Kepercayaan Dalam Bisnis Sepatu
Kuliah Umum Kewirausahaan Unand 2008
Oleh : Penulis Materi Kewirausahaan Unand
Penulis :Sriwahyudi dan Ichwan Adnan
Editor :Rivanli Azis
“ Yang penting dalam menjalankan suatu bisnis atau usaha adalah adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap mutu dan kualitas kinerja kita selaku seorang wirausahawan”. Ya, sepenggalan kalimat itulah yang disampaikan pemateri dalam kuliah kewirausahaan Unand minggu ini. Sosok yang mengisi kuliah umum minggu ini adalah bapak Yusmael, seorang pengusaha sepatu yang mana merupakan pengusaha pertama yang bergerak di bidang properti yang hadir di Unand untuk mengisi materi kuliah minggu ke 4 November tahun ini.
Kuliah kewirausahaan kali ini dibuka oleh bapak rektor Unand, yang menyempatkan hadir untuk memberikan motivasi kepada mahasiswa yang hadir untuk selalu melakukan wirausaha apapun, asal halal. Langsung kepada pemateri kita minggu ini, sosok Yusmael memang terasa “asing” ditelinga sebagian mahasiswa yang hadir. Mungkin sosok ini lebih dikenal diluar pulau sumatera. Yusmael merupakan sosok yang memenuhi jumlah pengusaha yang sukses dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dalam riwayat pendidikan dari yusmael yang berhasil sampai tamat pada jenjang pendidikan di STKIP Padang, walaupun dengan perjuangan yang berat dalam melalui semua rintangan yang dihadapi.
Perjalanan hidup beliau memberikan arti penting sebuah nilai harga diri dalam menjalankan hidup sebagai manusia. Bagaimana menghormati orang tua, guru, keluarga sampai kepada menghormati sebuah pekerjaan. Bagi penulis, tidak salah kalau Unand menghadirkan sosok ini untuk memberikan pengarahan kepada mahasiswa minggu ini. Ancung jempol untuk Unand. Beliau menjalani hidup dengan “susah payah” untuk dapat menuntut ilmu guna masa depannya nanti. Setelah tamat SD, beliau pernah bekerja di pasar dengan tanpa imbalan. Ya, mungkin hal ini sangat jarang kita temui, bekerja namun tidak “ingin” dibayar.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, beliau melanjutkan pendidikan di STKIP Padang. Disamping kuliah, beliau mengajar di SMA yang mana gaji mengajar digunakan untuk membayar uang kuliah dan biaya hidup semasa kuliah di Padang. Pria yang memiliki “rasa keinginan tahu yang kuat” ini memiliki motivasi tersendiri ketika mengajar di sekolah, beliau ingin menjadi seorang guru. Namun apa boleh dikata, garis hidup beliau menggambarkan hal lain. Ketika masih mengajar, beliau menikah dengan status “terpaksa” yang mana dilakukan demi kepentingan keluarga semata.
Pengusaha sepatu ini menceritakan perjalanan usahanya setelah menikah banyak mengalami masa sulit, bahkan dirasa paling sulit yang dia rasakan selama menjadi manusia. Pertama adalah ketika dia berhenti menjadi pengajar, banyak sekali “ucapan-ucapan” rendahan akan dirinya. Dan yang kedua adalah bagaimana seorang istrinya begitu saja meninggalkan dirinya yang sedang mengalami masa sulit dalam perekonomian.
Dalam kondisi seperti itu, beliau memiliki motivasi tersendiri dalam hidupnya yang disampaikan kepada para mahasiswa yaitu kita boleh saja miskin harta tapi tidak dan jangan sampai miskin ilmu. Motivasi itulah yang membuat beliau bangkit dalam keterpurukannya, juga dibantu dengan selalu bermunajat kepada Allah SWT. Dalam pikiran beliau saat itulah adalah menjadi seorang entreprenuer sepatu.
Sosok yang memiliki omset usaha hingga 1,5 M ini lalu memulai usaha sepatu dengan bekerja sama dengan pihak bank. Dalam menjalankan bisnisnya tersebut, Yusmael telah mengalami “jatuh bangun” sebanyak tiga kali berturut-turut, dari tahun 2003 hingga akhir tahun 2006. Jika kita hitung, berarti itu telah terjadi dua tahun yang lalu. Kini, usaha beliaun telah meningkat pesat. Usahanya pun telah memiliki cabang yang terletak disebagian kota di Sumatera Barat. Bisnis sepatu beliau lebih memilih pasaran pada pejabat pemerintahan, walaupun tidak menutup kemungkinan juga meliputi ruang lingkup masyarakat umum.
Perusahaan sepatu Yusmael pertama kali dikenal dengan nama Yoesani Shoes, yang mana nama perusahaannya tersebut merupakan gabungan nama beliau, istri dan anak beliau. Namun karena tuntutan dunia usaha yang berkembang beliau menggantinya menjadi Honestly Shoes, nama yang satu ini cukup terkenal karena produk-produknya sudah dipakai oleh para pejabat pemerintah pusat seperti bapak wakil presiden RI, Yusuf Kalla.
Dalam memberikan pemaparannya kepada para hadirin yang mayoritas dihadir oleh mahasiswa itu, Yusmael banyak memberikan pelajaran dan pendidikan mengenal arti penting sebuah kepercayaan, karena dengan modal itulah beliau membangun bisnisnya ini hingga sekarang. Banyak sekali ucapan beliau yang memberikan motivasi tersendiri bagi kita. Seperti bagaimana sikap kita sebagai seorang pengusaha apabila kita sudah sukses dalam hidup kita. Dia menerapakan 3 prinsip yang harus tertanam dalam setiap diri wirausahawan sukses itu adalah tau akan pola “hitung-menghitung”, tau akan masyarakat (sosiologi), dan punya sikap sabar.
Berpikirlah secara positif, merupakan motivasi sosok yang merupakan alumnus STKIP jurusan sastra inggris tersebut. Ya, kita berharap setiap pengusaha mengenal akan dirinya dan masyarakat, karena hidup ini yang terpenting adalah bagaimana kita dapat berkomunikasi dengan masyarakat dilingkungan kita sendiri.
Perkenalan Yusmael dengan sepatu berawal dari keisengan anak kecil. Kalau anak-anak yang berusia sekitar 12 tahun, suka menggunakan waktu senggang mereka untuk lebih banyak bermain, lain sekali cara Yusmael menggunakan waktu senggangnya. Sejak kelas VI sekolah dasar, Yusmael, yang lahir pada tanggal 13 Juni 1963 ini, menggunakan waktu senggangnya untuk membuat tumit sepatu mainan anak-anak dengan bahan baku kayu di rumah tetangganya. Ketika itu dalam sehari bisa puluhan telapak sepatu dari kayu yang dihasilkan di rumah tetangga Yusmael. Sepatu-sepatu tersebut kemudian dijual ke pembuat sepatu di Padang. Walaupun akhirnya tetangganya tersebut pindah, namun pengalaman membuat tumit sepatu amat berbekas bagi Yusmael. Yang sangat menarik dan jauh setelah masa anak-anak itu akan menjadi warna kehidupan Yusmael adalah kesukaannya membuat tumit sepatu pada waktu senggangnya. Saat itu sepatu dan sandal dengan tapak dari kayu sedang trend meniru gaya sepatu penyanyi dangdut terkenal di masa itu, Arafik.
Keterampilan membuat tumit sepatu inilah yang dijualnya di bangku SMP. Beliau bekerja di sebuah bengkel milik orang China di daerah Pondok, Padang. Setelah di SMP, tumit sepatu buatannya mulai dijual. Pelan-pelan Yusmael mulai memusatkan perhatiannya pada sepatu. Majalah-majalah yang menyajikan gambar berbagai macam sepatu, khususnya tentang tumit sepatu senantiasa menyita perhatiannya. Lalu ia pun berniat untuk belajar membuat sepatu. Niat itu dilaksanakannya waktu Yusmael menimba ilmu di SMA 1 Lubuk Alung. Sebutan sebagai “tukang tumit dari Lubuk Alung” sudah melekat pada dirinya. Sudah tiba waktunya untuk belajar dapat membuat sepatu. Dia mulai mencoba memadukan bagian-bagian yang membentuk sebuah sepatu.
Bayang-bayang mampu membuat sepatu sempat dibawa Yusmael masuk ke dalam kampus tempat Yusmael kuliah, yaitu kampus jurusan bahasa Inggris Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STIK), Lubuk Alung, sambil mengajar Bahasa Inggris di beberapa sekolah. Beliau pernah mengajar Bahasa Inggris dalam rentang tahun 1988 sampai tahun 1990 di SMA Yayasan Dharma Bhakti (YDB), STM YDB Lubuk Alung, Sekolah Perikanan Kiambang, dan SMP Sosial. Sekolah yang terakhir disebutkan sekarang telah ditutup.

Tingkat berikutnya adalah belajar dapat membuat sepatu tidak kalau sempat atau setengah-setengah. Karena dianggap punya bakat membuat sepatu, pada 1993 melalui dana bantuan desa (Bandes) ia mendapat beasiswa kursus membuat sepatu di Cibaduyut, sebuah tempat yang sudah sangat dikenal secara luas sebagai sentra produksi sepatu, bersama 14 pemuda di kampungnya. Karena ini kesempatan emas, menurut beliau, selama 40 hari kursus tidak beliau sia-siakan untuk belajar membuat sepatu mulai dari membuat pola, desain hingga langsung praktek membuat sepatu. Bila belasan peserta kegiatan lainnya memilih menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di kota Bandung, Yusmael justru asyik mengamati proses pembuatan sepatu sekaligus mempraktikkannya. Karena begitu asyiknya berusaha mewujudkan cita-citanya, dia kadang tidur di rumah pembuat sepatu.
Saat pulang dari Cibaduyut, ia diberi modal Rp1,5 juta oleh penyelenggara untuk modal awal membuat sepatu. Sampai di kampung, dengan modal kecil Yusmael mulai membuat sepatu di rumah mertuanya. Kebetulan ada pengusaha Padang yang tertarik memodali usaha sepatunya. Pengusaha keturunan Tionghoa ini membiayai seluruh produksi dan membayar gaji pekerja yang membuat sepatu. Yusmael membuat sepatu anak-anak dalam sehari sebanyak 80 pasang sepatu, dan pengusaha tersebut yang memasarkan ke Padang, Batam, Pekanbaru dan Jambi dengan merek Yoesani. Merek tersebut merupakan singkatan dari nama beliau, anak beliau, dan anak belaiu. Yusmael, Azani, dan Nuraini.
Awalnya sepatu Yusmael dianggap sepatu buatan Bandung. Namun, kemudian beberapa pemilik toko sepatu di Padang tahu sepatu itu bukan buatan Bandung tetapi buatan Lubuk Alung. Setelah itu para pemilik took tersebut tidak mau menerima karena katanya kalau konsumen tahu sepatu itu buatan Lubuk Alung tidak bisa laku. Terlecut oleh penolakan orang awak sendiri, Yusmael makin bertekad meningkatkan mutu sepatunya dan tetap ingin jujur mengatakan sepatunya memang dibuat di Lubuk Alung.
Ayah dari tiga orang anak, Taufik Azani (18), Arief Rahmat Azani (12), dan Haulia Rahman (5), ini kemudian mengganti merek sepatunya dengan “Honesty” yang artinya kejujuran. Beliau lalu berusaha sendiri dan tetap membuat sepatu serta memasarkannya sendiri ke Padang dan Pekanbaru. Akhirnya mulai tahun 1994 beliau berhasil membuka toko sepatu. Tidak di supermarket, mal atau ruko, melainkan di tempatnya sendiri. Nyatanya, usaha membuat sepatu dan menjualnya dengan segala suka dukanya telah mampu menjadi andalan hidup bagi Yusmael dengan seluruh angota keluarganya dan 30 orang perajin sepatu dengan tanggungan mereka ketika itu. Pada 1996, beliau memamerkan produk sepatunya di pameran yang digelar Kadin di Hotel Ina Muara Padang. Orang Kadin (Kamar Dagang dan Industri) terkejut karena ada sepatu bagus buatan local. Kemudian pihak Kadin memberi dukungan dan meminta beliau membuat sepatu yang sedang trend di televisi dan majalah. Setelah itu pesanan dari orang-orang pemerintah mulai berdatangan. Bahkan ada pesanan 2 ribu pasang sepatu untuk pekerja di kantor gubernur Sumatera Barat. Karena banyak mempekerjakan pemuda setempat, Yusmel diberi bantuan life skill sebesar Rp75 juta dari Dinas Pendidikan Sumatera Barat pada 2002. Beberapa pemuda kembali direkrut sekaligus dilatih membuat sepatu di tempatnya.
Karena rajin mengikuti berbagai pameran, pada 2005 ia mulai dapat order dari Trengganu, Malaysia senilai Rp 200 juta untuk 1.000 pasang sepatu. Setelah itu dapat order lagi dari Bendahara Pramuka sepatu khusus untuk penderita sakit gula senilai Rp50 juta untuk mengirimkan sepatu buatannya yang akan dijual di Malaysia. Beliau juga pernah diundang ke Malaysia untuk mendaftarkan merek halal untuk sepatu saya di Malaysia. Ketika itu beliau disuruh pura-pura menjadi orang Malaysia dan dibawa ke pameran sepatu internasional di Kuala Lumpur pada tahun 2005. Sekarang merek halal untuk sepatu “Honesty” sudah keluar dimana salah satu syaratnya hewan yang akan diambil kulitnya disembelih secara islami.
Suami dari Nuraini ini berpesan agar kita jangan terlalu percaya dengan barang luar yang dianggap bagus dengan harga tinggi, padahal asalnya juga banyak dari Indonesia. Beliau ingin menjual sepatu bagus dengan harga terjangkau untuk kalangan menengah, karena untuk kalangan bawah sudah diambil alih produk buatan Cina.
Saat ini bahan baku kulit untuk sepatu di pabriknya masih dibeli dari Bandung dan Surabaya. Beliau ingin membuka pabrik sepatu yang besar di Lubuk Alung sekaligus memproduksi sendiri kulit untuk bahan sepatu. Konkritnya, beliau ingin Lubuk Alung menjadi sentra produksi sepatu terbesar kelima di Indonesia.
Sepatu “Honesty” bergaransi 1 tahun untuk pria dan 6 bulan untuk wanita. Menurut beliau, hal ini selain untuk memproteksi konsumen juga agar pekerja lebih berhati-hati dalam menjaga mutu.
Saat ini Yusmael lebih fokus pada pasaran di Sumatera Barat, karena sepatunya sudah diterima ole konsumen. Dalam sebulan ia memproduksi 1.500 pasang sepatu dengan omset Rp150 juta sebulan. Harga sepatunya mulai dari Rp100 ribu hingga Rp250 ribu..
Karena di Indonesia ini biasanya pertama bikin barang bagus, setelah itu barangnya nggak bagus lagi. Jadi kita ingin jangan diturunkan mutu, coba pertahankan terus. Desainnya kita adopsi dari internet, dari televisi yang sedang trend, atau selera konsumen.
Sepatu bukan sekadar alas kaki bagi Yusmael (42). Perpaduan kulit dan kayu itu merupakan proses belajar tak berkesudahan. Kini, sepatu menjadi alas hidup bagi dia, keluarga, serta 30 perajin sepatu.
Ketika banyak orang sekampung memilih bekerja sebagai pegawai, Yusmael justru asyik membuat ratusan model sepatu, pria dan wanita dengan beragam warna, yang kini terpajang di tokonya.
"Masyarakat sering kali terpaksa membeli sepatu handmade buatan luar negeri dengan harga mahal karena tidak ada pilihan lagi. Kami mencoba membuat sepatu berkualitas dengan harga terjangkau," tutur Yusmael yang mematok harga mulai Rp 60.000 hingga Rp 350.000 per pasang.
Puluhan bahkan ratusan kotak sepatu hampir memenuhi ruangan di rumahnya yang terletak tepat di belakang toko itu. Pengunjung yang sudah dikenalnya boleh masuk ke rumah untuk memilih sepatu yang disukai. Maklum, tidak semua sepatu bisa dipajang di toko yang hanya berukuran sekitar 5 x 7 meter persegi itu.
Pada ruangan lain, kain-kain bahan sepatu, kayu, lem, dan beragam bahan pembuat sepatu digeletakkan. Di ruang paling belakang, 30 perajin menekuni mesin jahit dan alat-alat yang diperlukan dalam proses produksi. Pilihan menekuni sepatu justru membuka tempat kerja baru bagi puluhan warga kampung yang menganggur.
Baginya, "dapur" pembuatan sepatu tidak harus ditutupi, tetapi justru dibuka bagi siapa pun yang ingin belajar. Seperti merek Honesty, Yusmael berani jujur tentang kualitas sepatu yang diproduksinya.
Ilmu membuat sepatu bukanlah sesuatu yang sulit dipelajari, tetapi membutuhkan keterampilan khusus dan ketekunan. "Dalam kurun waktu tiga bulan seseorang sudah bisa membuat sepatu," kata Yusmael yang juga pernah mengajar bahasa Inggris ketika kuliah.
Dengan bantuan Departemen Pendidikan Nasional, dia membuka kesempatan bagi pemuda putus sekolah di sekitar daerahnya tinggal untuk mengikuti workshop pembuatan sepatu selama 3 bulan di bengkel sepatunya.
Setelah itu, peserta workshop bisa bekerja di tempatnya. Tiga puluh karyawan pembuat sepatu yang bekerja di bengkelnya saat ini merupakan alumnus pelatihan itu, sementara 10 orang lainnya memilih keluar dari pekerjaan ini.
Keterampilan yang dimiliki perajin sepatu bisa ditularkan kepada orang lain. Dengan demikian, perajin sepatu yang dicetak Yusmael bisa mencetak perajin lain lagi. Produksi sepatu mereka kemudian ditampung Yusmael.
Yusmael mengakui, tidak mudah mengubah paradigma anak muda untuk menjadi wirausahawan. "Masih banyak orang yang mengantre untuk menjadi pegawai negeri ketimbang menekuni kerajinan sepatu, meskipun pendapatan sebagai perajin sepatu sering lebih besar dibandingkan penghasilan pegawai negeri sipil," tutur Yusmael, sambil menambahkan, upah perajin sepatu di tempatnya mencapai Rp 750.000 per minggu.
Jumlah nominal itu setara dengan upah minimum regional Sumbar tahun 2007. Dia mengakui usaha sepatu yang dijalankannya masih butuh perbaikan di sana-sini. Masalah manajemen tenaga kerja, misalnya, masih perlu dipoles lagi.
"Ada saja karyawan yang bermasalah. Ada yang merasa tidak puas dengan gaji lalu memilih untuk keluar. Seharusnya, masalah seperti ini bisa dikomunikasikan dengan pimpinan," kata Yusmael yang menjalankan usaha bersama istrinya, Nuraini.
Terlepas dari pelbagai masalah itu, Yusmael berencana mendirikan toko di daerah Bukittinggi dan sekitarnya, serta Pekanbaru, mulai tahun 2008. Ekspansi ke berbagai wilayah di Sumatera ini juga tengah direncanakannya.
Ada dua prinsip Yusmael ketika memasarkan sepatu yaitu dengan mempertahankan kualitas dan menekan harga agar terjangkau banyak orang. Konsekuensinya, alokasi dana promosi dipangkas habis. Promosi yang dilakukan hanya dari mulut ke mulut atau disebut person-to-person promotion. Menurut beliau konsumen yang datang hari ini adalah konsumen yang pernah memakai sepatu buatannya dan merasakan kualitas yang sama dengan sepatu berharga mahal.
Merk sepatu buatan Yusmael adalah Honesty, yang telah amat dikenal para peminatnya, melalui gerainya yang beralamat di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Untuk menemukannya tidaklah sulit. Karena, gerai yang berukuran 5 x 7 meter tersebut terletak di tepi jalan Lintas Padang-Kota Pariaman. Sepatu merk Honesty sudah mulai terkenal, tidak hanya di daerah Sumatera Barat saja, melainkan juga telah masuk ke daerah Riau dan bahkan sampai ke manca negara, yaitu Malaysia. Pak Yusmael memasang harga yang bervariasi mulai dari Rp60.000,- hingga Rp350.000,- tiap pasang. Untuk memberikan jaminan mutu, sepatu merek Honesty mempunyai garansi sampai enam bulan.
Letak pabrik sepatu Honesty tidak jauh dari gerainya, yaitu tepat di belakang gerai tersebut. Pabrik sepatu Honesty terbuka bagi siapa pun yang berminat untuk belajar dalam produksi sepatu. Tidak terlalu lama, hanya kurang lebih selama tiga bulan, kalau serius seseorang sudah bisa mahir memproduksi sepatu dengan kualitas yang bagus. Kesedian Yusmael untuk membuka pabriknya bagi siapa pun yang dengan sungguh-sungguh mau belajar membuat sepatu, bukannya basa-basi, melainkan suatu komitmen. Buktinya, dengan bantuan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Yusmael memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop pembuatan sepatu selama 3 bulan, di pabriknya, bagi pemuda putus sekolah yang bertempat tinggal di sekitar daerahnya. Salah satu hasilnya adalah ke tiga puluh perajin sepatu yang saat ini bekerja di pabriknya adalah lulusan workshop tersebut. Selain itu, lulusan yang membuka usaha pembuatan sepatu, dapat menjual sepatu produknya kepada Yusmael.
Pengalaman Yusmael mengantarnya ke salah satu kesimpulan, bahwa mengubah paradigma anak muda tidaklah mudah. Yusmael mengakui, tidak mudah mengubah paradigma anak muda untuk menjadi wirausahawan. Pada umumnya mereka jauh lebih suka menanti kesempatan untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) daripada menjadi perajin sepatu. Padahal beliau memberi upah perajin sepatu sebesar Rp750.000,- per minggu atau Rp3.000.000,- perbulan.
Sampai sekarang Yusmael telah membuka toko sepatu di Pasaman dan Pekan Baru
Yusmael memegang teguh dua prinsip dalam menjalankan bisnis sepatu ini yaitu dengan mempertahankan atau tingkatkan mutu produk sepatunya dan menekan harga, agar lebih terjangkau calon pembeli.
Analisis

1. Karena ketertarikan Yusmael pada sepatu sudah mulai kelihatan pada usia anak baru mulai gede, kelas VI sekolah dasar/SD, walau baru pada bagian tumit sepatu, dan terus berlanjut sampai dia duduk di SMP, SMA dan perguruan tinggi, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Yusmael dicipta dan dilahirkan dengan dilengkapi bakat atau talenta mampu membuat sepatu, sebagai sarana pelaksanaan tugas pelayanan Yusmael terhadap sesama ciptaan, dalam hidupnya.
Betapa kuat kesimpulan tersebut di atas. Coba bayangkan, dalam masa studi yang meliputi bentangan waktu paling tidak 10 tahun (SMP, SMA dan perguruan tinggi) Yusmael tetap memutuskan perhatian pada dan upaya untuk dapat membuat sepatu, di samping studi. Buktinya, dia sempat menjadi guru bahasa Inggris di beberapa sekolah. Di samping itu, pada umumnya, kesibukan anak baru gede, remaja dan anak/orang dewasa di luar kegiatan belajar, bukanlah belajar dan berlatih membuat tumit sepatu dan sepatu.

Unsur ketiga adalah tiadanya campur tangan orang tua Yusmael dalam mengantar dan memfasilitasi anaknya untuk dapat menjadi pembuat sepatu. Waktu di SMP Yusmael belajar, membuat tumit sepatu. Waktu di SMP belajar membuat sepatu.

2. Dua “sayap” Yusmael berhasil mengepak dengan sangat baik “sayap” yang satu
adalah jalur pendidikan formal yang sangat diikuti Yusmael, yaitu jurusan bahasa
Inggris, Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STIK). Dia berhasil dan karenanya dia sempat mengajar bahasa Inggris di sekolah menengah atas (SMA). “sayap” yang kedua adalalah mampunya untuk membuat tujuh puluh lima (75) pasang sepatu, Merk Honesty, yang sudah cukup luas dikenal masyarakat di Bukit Tinggi dan Pakan Baru dan sekitarnya. Dan kini tengah berencana untuk membuka toko di kota-kota lain. Meskipun sama-sama berhasil, tetap ada perbedaan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kalau memilih jadi guru, berarti jadi karyawan. Sementara kalau memilih jadi pengusaha sepatu, berarti menjadi majikan atau pengusaha. Perbedaan lain berkaitan dengan jumlah imbalan yang diterima. Jumlah imbalan perbulan sebagai guru, karyawan, pastilah tidak sama dengan jumlah imbalan per bulan sebagai pengusaha sepatu, yang mempekerjakan 30 orang perajin dan menghasilkan 75 pasang sepatu/hari. Itulah sebabnya Yusmael tidak hendak mengakhiri usahanya, melainkan justru akan mendirikan toko-toko sepatunya di luar Bukit Tinggi dan Pakan Baru. Tentu saja di kota-kota di Sumatera Barat. Upaya itu telah dimilai pada awal tahun 2008.
Kini Cibaduyut yang terkenal dengan sepatu lokalnya kini mendapat pesaing dari Sumatera Barat. “Honesty” adalah merek sepatu made in Nagari Sintuk, Lubuk Alung. Empat tahun terakhir sepatu buatan lokal ini mulai menguasai pasaran di Sumatera Barat dengan mutu tidak kalah bersaing dengan Cibaduyut.
Sepatu-sepatu buatan Yusmael ini diproduksi secara home industry dari Lubuk Alung,. Mencari rumahnya tidaklah sulit, karena berada di pinggir jalan raya Padang-Pariaman, tepatnya di Nagari Toboh Baru, Sintuk Barat, Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Di bagian depan rumah ada ruang pamer sekaligus menjadi toko sepatu seluas 3 X 5 meter. Dalam ruangan toko kita bisa melihat puluhan sepatu dan sandal kulit dengan model terbaru berjejer di rak-rak. Mulai dari sepatu anak-anak, wanita, hingga sepatu pria.
Itulah ruang pamer sepatu dengan merek “Honesty” milik Yusmael. Selain menjual sepatu di ruang pamer, di tempat ini konsumen juga bisa memesan sepatu atau sandal sesuai keinginan. Bisa dengan membawa guntingan majalah atau gambar sepatu yang diinginkan. Selain ruang pamer yang berada di rumah mertuanya ini, Yusmael juga menyulap bagian belakang rumah menjadi bengkel pembuatan sepatu. Dalam ruangan ini belasan pekerja terlihat sedang membuat sepatu berbagai model. Yusmael mempekerjakan 33 orang pemuda setempat yang bekerja bergantian.
Yang dapat dipetik
• Karena Yusmael mengenali bakatnya, dia tekun sekali dalam upaya mewujudkan keinginannya membuat tumit sepatu dan selanjutnya membuat sepatu. Karena kesungguhan dan ketekunannya, Yusmael dapat dijangkau para calon pembeli sepatu buatannya. Karena mutu yang baik dan harga yang terjangkau, sepatu buatan Yusmael diminati orang banyak. Karena sepatu buatannya diminati orang banyak Yusmael dikenal luas dan siap buka toko sepatu buatannya yang diberinya merk Honesty. Toko yang sudah dibuka adalah toko di Bukit Tinggi dan Pakan Baru.
Akan menyusul toko di kota-kota lain di Sumatera Barat. Dari “mata air” yang kecil yaitu belajar membuat tumit sepatu, kini telah mengalir “sungguh besar”. Yaitu pabrik sepatu dengan 30 orang perajin sepatu dan toko-tokonya.
2. Semua akibat yang timbul, apa pun bentuknya, baik yang dapat dilihat, didengar maupun dirasa, timbul karena ada sebab yang mendahului dan menimbulkannya.

Untuk dapat memperoleh akibat yang baik, yang diharapkan, sebab haruslah baik. Bentuknya dalah:
a. Kemauan keras dan tidak goyah oleh sebab apapun.
b. Kemampuan memadai
- Dalam membuat perencanaan
- Dalam melaksanakan perencanaan
Untuk itu yang bersangkutan harus belajar dan berlatih. Keduanya harus berhasil.

c. Keberanian untuk berusaha tidak dapat diragukan. Karena yakin dan kuat rasa percaya diri.
d. Tangkap dan manfaatkan peluang yang terbuka, banyak yang datang dari luar maupun yang merupakan buah pemikiran dan atau pengamatan.
c. Selalu optimis, optimis yang beralasan
Yusmael mampu memenuhi semua unsur sebab yang membuahkan akibat yang diharapkan.

0 komentar: