Yang Tidak Diungkap The Da Vinci Code
Ini adalah prolog yang ditulis Rizki Ridyasmara, dalam bukunya Knights Templar Knights Of Christ, yang diterbitkan oleh Pustaka Kautsar tahun 2006.
MISTERI. Mungkin hanya ini, satu kata, yang dapat menggambarkan apa yang telah dipaparkan Dan Brown dalam novel setebal lebih dari 600 halaman bernama The Da Vinci Code. Walau banyak kalangan menyebut buku buku kedua dalam trilogy-thriller Brown ini (Angel & Demon, The Davinci Code, dan Solomon Key) mengungkap peranan Biarawan Sion, namun ada bentangan-bentangan besar yang jelas yang dipaparkan secara amat rapi oleh penulis dari Exeter, New Hamsphire, AS, ini kepada pembacanya.
Bagai sebuah sapu lidi yang begitu liat dan kuat justru karena terdiri dari banyak unsur, demikian pula The Davinci Code.Ramuan unsur dan fakta sejarah ilmiah yang begitu hebat telah diracik oleh seorang Brown sehingga menuai pujian di banyak tempat dan kecaman pedas di tempat lainnya. Sejarah dan kehidupan memang selalu berjalan dialektis, ada hitam, ada putih, rendah dan tinggi, hingga akhir zaman. Demikian pula dengan wajah Sang Monalisa karya Leonardo Da Vinci, yang menyatukan sisi feminis dan maskulinnya dari sisi-sisinya.
Unsur seperti apakah yang menyusun novel kontroversial namun mencerahkan itu sehingga sungguh-sungguh menjadi karya yang kuat, sampai Gereja Katolik harus menghadapinya dengan serius dan mengerahkan penulis-penulis terbaiknya? Di bawah inilah sejumlah paparan Dan Brown yang di nilai telah “menyengat dan mengguncangkan kepercayaan dalam tradisi Kristen yang telah berusia 2000 tahun”.
Biarawan Sion (Priory of the Sion). Ini adalah organisasi bawah tanah yang paling misterius di dunia yang bersumber dari satu kelompok persaudaraan para petinggi Yahudi yang menyembah dewa-dewi dan iblis, yang mengejawantah dalam bentuk kepercayaan paganisme Mesir kuno bernama Kabbalah. Dari dirinya kemudian lahir The Knight Templar yang juga penuh diselimuti kabut misteri. Lalu dari Ksatria Templar yang melegenda dalam Perang Salib, lahir pula berbagai organisasi bawah tanah yang juga misterius bernama Freemason, Rosicrusian, dan sebagainya. Keberadaan Biarawan Sion tidaklah bena-benar akan bisa mengguncang keimanan seorang Kristen jika tidak dikaitkan dengan misi utamanya dalam menjaga The Holy Grail, cawan suci yang diyakini pernah menampung darah Yesus Kristus ketika disalib, yang oleh Brown-berdasarkan riset yang panjang dan serius merupakan simbolisasi dari diri seorang Maria Magdalena.
Maria Magdalena, oleh tradisi Kristen selama ini dikenal sebagai perempuan murahan, pelacur, namun oleh Brown dianggap sebagai Sang Putri terpilih, istri dari Yesus, yang di dalam rahimnya mewarisi The Holy Blood,darah keturunan suci suaminya yang tak lain adalah Yesus Kristus. Brown meyakini, lewat Maria Magdalena inilah Yesus sesungguhnya mempunyai anak keturunan yang garisnya masih ada hingga sekarang, yang dikenal sebagai Dinasti Merovingian yang pernah hidup di Perancis Selatan. Di daerah ini hingga sekarang memang dikenal sebagai daerah yang tidak terlalu tunduk pada Vatikan, namun memiliki ritus-ritus yang begitu kental memuja Maria Magdalena. Perang Salib Albigensian, perang suci yang dilancarkan Vatikan untuk membasmi umat Kristen Kathari juga berlangsung disini dan lukanya masih dirasakan penduduk asli disana.
Brown percaya, tugas utama Biarawan Sion adalah menjaga garis darah keturunan Yesus, hingga mengantarkannya kembali bertahta sebagai Raja Pendeta yang berkuasa di Yerusalem.
Hipotesis ini terang menyengat kalangan Kristen karena dalam tradisi kekristenan yang telah dipelihara dari generasi ke generasi, dogma pokok dan paling inti adalah kepercayaan tentang kebangkitan Yesus (resurrection). Menurut dogma ini setelah mati di tiang salib dan bangkit dari makamnya menuju langit, Yesus akan bangkit kembali (The Second Coming) pada hari ketiga untuk menebus dosa umat manusia. Dalam Bible Perjanjian Baru disebutkan, bahwa saksi pertama kebangkitan Yesus - yang menyaksikan kubur Yesus kosong - adalah seorang wanita bernama Maria Magdalena. Jika dasar kepercayaan ini dibongkar, maka dengan sendirinya runtuhlah agama Kristen.
Paul Young, dalam Christianity, menulis, bahwa tanpa ‘resurrection’, maka tidak ada ‘kekristenan’. Ibarat poongan-potongan gambar (puzzle), maka jika resurrection dibuang, puzzle itu tidak akan pernah membentuk apa yang disebut sebagai Christianity. “We can not remove a portion of the Christian jigsaw labelled ‘resurrection’ and leave anything which is recognizable as Christian faith. Subtract the resurrection and you destroy the entire picture.”
Dogma inti inilah yang dianggap kalangan Kristen dicoba dihancurkan oleh The Da Vinci Code. Betapa tidak, dalam novel ini, digambarkan bahwa sebelum disalib, Yesus sebenarnya sempat mengawini Maria Magdalena dan mewariskan Gerejanya kepada Maria Magdalena, bukan kepada Saint Peter yang selama ini dipercaya dalam dogma Kristiani sebagai pewaris Yesus dan kemudian mendirikan Gereja Katolik di Roma (bukan di Yerusalem tempat kelahiran Yesus). Bahkan, dari hasil perkawinannya tersebut, Yesus punya keturunan yang takut dikejar-kejar murid-murid Yesus dan penguasa Romawi lainnya maka ia bersama ibundanya melarikan diri ke Perancis dan mendirikan sebuah gereja. Gereja ini masih berdiri hingga sekarang dan berada di Rennes-le-Chateau, di kaki gunung Pyrennes, selatan Perancis. Rahasia ini masih tetap dipegang dan disimpan dengan sangat ketat.
Selama ratusan tahun itu pula, Gereja Katolik berusaha memburu para penganut Gereja Maria Magdalena dan membantai anak keturunan Yesus yang dikhawatirkan mengancam hegemoni dan kekuasaan Gereja Katolik dan gereja-gereja Kristen lainnya yang mengakui Yesus sebagai Tuhan.
Selain itu, The Da Vinci Code secara meyakinkan juga berhasil membangun pencitra-burukan Tahta Suci Vatikan lewat paparan yang lugas bahwa Vatikan - Paus Paulus II - selama ini telah mendukung aktivitas Opus Dei, sebuah kelompok Katolik yang dikatakan Brown tidak segan-segan melakukan pembunuhan dengan kejam dalam menjalankan misinya. Anggota Opus Dei juga sering menyakiti dirinya sendiri dengan melilitkan kawat berduri di pangkal pahanya (cilice) guna menambah keimanan mereka kepada Yesus. Selain itu ada pula ritual-ritual khusus dengan menyiksa bagian-bagian tubuh. Menurut keyakinan Opus Dei, dengan merasakan sakit, diharapkan anggota Opus Dei akan bisa merasakan penderitaan Yesus dalam menebus dosa manusia. Itu yang dinyatakan Brown.
Fakta yang lain menurut Brown adalah: Opus Dei baru-baru ini membangun markasnya senilai 243 USD di New York. Melalui Opus Dei inilah Gereja Katolik berusaha merebut bukti-bukti sejarah tentang ‘Gereja Maria Magdalena’. Tak tanggung-tanggung, Brown menyodorkan kepada pembaca paparan ini yang diperkuat dengan Gnostic Bible.
Didalam Gospel of Philip ,misalnya, juga tertulis: “And the companion of the Saviour is Mary Magdalene. Christ loved her more than all the disciples and used to kiss her often on her mouth. The rest of the disciples were offended by it and expressed disapproval. They said to him, “Why do you love her more than all of us?” (Yesus mempunyai pasangan bernama Maria Magdalena dan biasa mencium Magdalena di bibirnya. Yesus mencintai Magdalena lebih dari pengikutnya yang lain, sehingga menyulut rasa iri hati. Mereka bertanya, “Mengapa engkau mencintai perempuan itu lebih dari kami?’) Kedengkian MURID-MURID Yesus inilah yang pada akhirnya memicu pelarian Maria Magdalena dari Yerusalem ke Perancis dengan bantuan orang-orang Yahudi.
Dalam bahasa Aramaic, istilah “companion” menurut Dan Brown lewat penuturan Sir Leigh Teabing (salah seorang pelakon dalam The Da Vinci Code), bisa diartikan sebagai “ pasangan “. Sophie Neveu (salah satu pelakon novel ini) yang membaca bagian-bagian berikutnya dari Bible Philip (Filipus) itu menemukan fakta betapa romantisnya hubungan Yesus dengan isterinya tersebut. Ia lalu mengingat masa silamnya, ketika para Pendeta Perancis mendesak pemerintahnya untuk melarang peredaran film The Last Temptation of Christ; sebuah film garapan Martin Scorsese yang menggambarkan Yesus pernah mengadakan hubungan suami-isteri dengan seorang perempuan bernama Maria Magdalena.
Oleh para penentangnya, Bible Philip (Filipus Gospel) disebutkan tidak ditulis dalam bahasa Aramaic melainkan dalam bahasa Coptic. Dan istilah “companion” bukanlah “pasangan” melainkan teman. Katakanlah memang berarti ‘teman’, bukan ‘pasangan’, maka ayat di atas itu akan berbunyi : “Yesus mempunyai teman bernama Maria Magdalena dan biasa mencium Magdalena di bibirnya. Yesus mencintai Magdalena lebih dari pengikutnya yang lain, sehingga menyulut rasa iri hati. Mereka bertanya, ”Mengapa Engkau lebih mencintai perempuan itu lebih dari kami ?”. Sangat jelas, Maria Magdalena bukanlah teman biasa, melainkan pasangan, karena Yesus amat condong padanya melebihi perasaan kepada murid-muridnya. Dalam hal ini, istilah ‘teman’ atau ‘pasangan’ tidak bergeser dari arti sesungguhnya.
Dalam sejarah kekristenan, Maria Magdalena memang pernah disebutkan secara negatif sebagai sosok perempuan murahan, pelacur, yang biasa mengeringkan kaki Kristus menggunakan rambutnya yang tergerai panjang. Pandangan ini sesungguhnya berawal dari tahun 591 M tatkala Paus Gregory the Great dalam salah satu khotbahnya menyatakan bahwa si pendosa yang disebut dalam Injil Lukas sebenarnya menunjuk pada sosok Maria Magdalena. Padahal hal tersebut sama sekali tidak tertulis dalam Injil versi mana pun, semata-mata berdasar pada tuduhan Paus Gregory di atas. Pada 1969, Tahta Suci Vatikan secara resmi mengakui kesalahan Gregory ini.
Dalam film dokumenter yang mengupas karya-karya Leonardo Da Vinci dan novel Dan Brown tersebut, yang secara garis besar mendukung premis status quo Vatikan, disebutkan bahwa nama Maria Magdalena hanya disebut sebanyak 12 kali dalam Injil Perjanjian Baru. Keberadaannya walaupun jarang, namun sangat penting. Dia satu-satunya wanita dalam Injil yang diidentikan dengan suatu tempat (Kota Magdalena), daripada sebagai seorang istri, saudari, atau ibu. Tampaknya dia seorang yang mandiri juga secara ekonomi. Tapi lebih dari itu, dia berada disisi Kristus pada masa-masa terpenting dalam hidupnya. Dia menyaksikan kematian Kristus dari kaki salib dan dia yang pertama mengetahui kebangkitannya dari makam. Kristus yang telah menampakkan diri pertama pada Maria Magdalena dan dialah yang memberi tahu kejadian luar biasa itu pada para rasul yang sulit percaya. Banyak sumber sejarah yang tak bisa dibantah menyebutkan tentang perkawinan antara Maria Magdalena dan Kristus. Contoh kuat adalah kalimat dari kitab Filipi (Bible Philip), yang diterjemahkan sebagai berikut...”Dan teman Sang juru Selamat adalah Maria Magdalena. Kristus mencintai lebih daripada seluruh muridnya, dan Yesus sering mencium di mulut."
Menyikapi ayat dalam Injil Filipus dan penafsiran dari padanya yang menyatakan bahwa Maria Magdalena adalah lebih dari sekadar teman akrab dari Yesus, dianggap oleh Profesor Mario Moeraghi, Docente Politekniko di Milano-Italy, sebagai hal yang harus dilihat dari konteks zamannya.
“Yang tertulis sebenarnya tidak terlalu jelas, karena bagian dari kalimat itu tidak menjelaskan maksud apapun, terutama bagian mencium di ‘mulut’. Istilah ini tidak jelas; orang membicarakan soal ciuman, dan sisa kalimatnya telah membuat orang menduga bahwa ciuman itu di mulut, jadi kita harus memikirkan realitas kalimat itu sendiri. Menurut saya... kita bisa lebih jauh lagi. Walaupun kita menyimpulkan bahwa ciuman itu di mulut, kita harus ingat, hal ini terjadi dalam kedaan masa, tempat, dan kebudayaan yang berbeda dari kita sekarang, dimana ciuman mungkin berarti lain. Beberapa kebudayaan menganggap ciuman di mulut sebagai sarana komunikasi spiritual, komunikasi gagasan, dan persetujuan gagasan - dan ciuman juga dilakukan tanpa mengakibatkan skandal tertentu,” papar Mario Moiraghi.
Bisa jadi Mario Moiraghi benar bahwa segala sesuau itu harus dilihat dari konteks zaman dan tempatnya, harus dilihat dari kultur masyarakat setempat, namun yang harus pula dicermati, ‘ciuman-ciuman di mulut lainnya’ seperti yang konon telah dilakukan Yudas Iskariot kepada Yesus. Sikap Yesus di ayat-ayat Injil Gnostik lainnya juga terlihat sangat berbeda dan sangat intim terhadap murid-muridnya, sehingga membuat para murid itu iri hati. Jelas, ini bukan ciuman yang biasa dan menunjukkan suatu hubungan dan kedekatan yang istimewa.
Paparan lain yang diajukan Brown adalah tentang diskursus gender, yang saat ini diyakini oleh dogma Kristen bahwasannya Yesus hanya mewarisi gerejanya kepada lelaki. Namun oleh Bbrown dikatakan bahwa Yesus telah mewarisi gerejanya kepada perempuan, Maria Magdalena. Ini tentu saja sangat menarik. Sebab, hingga kini, Gereja Katolik tetap tidak mengizinkan perempuan menjadi pejabat tinggi di Vatikan. Begitu juga dengan doktrin “larangan menikah bagi Pastor’ (celibacy), masih tetap dipertahankan, meski mulai sekarang masih banyak tokoh Katolik yang menggugat larangan ini. Prof. Hans Kung, misalnya, menyebut doktrin celibacy bertentangan dengan Injil (Matius, 19:12,1 Timotius, 3:2). Doktrin ini, katanya, juga menjadi salah satu sumber penyelewengan seksual dikalangan pastor.
Apa yang dipaparkan dalam The Da Vinci Code sesungguhnya sudah lama menjadi bahan perdebatan ilmiah di banyak kelompok Kristen maupun kelompok pengamat keagamaan. Dalam soal Trinitas saja yang mendogmakan bahwa Yesus itu sekaligus juga Tuhan, dunia Kristen sampai detik ini masih saja kesulitan untuk menjelaskan dengan logis dan masuk akal. Jika benar Yesus telah disalib), Yesus berteriak-teriak ketakutan, “Eli, Eli, lama sabahktani!” (“Bapa, bapa mengapa kau tinggalkan aku?!”). Mengapa Yesus memanggil-manggil Tuhan jika dirinya sendiri merupakan Tuhan? Apakah “Tuhan” Yesus tidak berkuasa menghentikan penyiksaan yang dilakukan orang Romawi terhadap dirinya?
Sejak awal kekristenan, hal ini telah mengemuka dan menjadi perdebatan panas hingga umat Kristen awal terbelah menjadi dua keyakinan besar: Unitarian (ketauhidan) yang mengakui Yesus hanyalah seorang nabi utusan Tuhan, dan Trinitarian yang mengakui bahwa wujud Tuhan dan Roh Kudus sepenuhnya mengejawantah alam diri Yesus. Dalam Konsili Nicea 325 M, seluruh pengikut Unitarian dibabat habis oleh kaum Trinitarian. Kota Nicea kuno sekarang ini berubah menjadi Kota Iznik yang terletak di wilayah Turki.
The Da Vinci Code jelas telah menohok dalam-dalam ke jantung kekristenan. Brown telah menyerang langsung ke pusat susunan syaraf kekristenan. Brown telah menggencet aliran darah inti dari Kekristenan. Ia mengobrak-abrik dogma inti yang telah dipelihara sejak lebih dari 2.000 tahun silam, walau setting kisahnya terjadi di abad ke-21. Brown memang jenial. Siapa pun akan memgakui, baik yang setuju dengan pandangannya seperti yang tertuang dalam The Da Vinci Code, maupun penentangnya.
Bagaimana pun, Brown telah menyumbangkan sebentuk alternatif pemikiran yang segar ke tengah masyarakat dunia, setelah berabad lamanya kita dicekoki dengan pandangan-pandangan seragam yang tidak boleh dikritisi dengan dalih kesucian iman. Hanya saja, yang dilakukan The Da Vinci Code sebatas membongkar dogma kekristenan an-sich. Belum ‘turun’ ketingkat praksis. Dalam hal ini The Holy Blood and the Holy Grail telah sedikit lebih maju dari The Da Vinci Code, karena The Holy Blood and The Holy Grail dalam salah satu bagiannya telah memuat ”Kesimpulan dan Tanda Tanda masa depan” yang antara lain tertulis:
“Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Biarawan Sion untuk memperlihatkan kartunya.... Masyarakat kita telah bosan dengan materalisme dan mengalami kelaparan spiritual. Sekarang mereka tengah mengais kepuasan di tempat lain yang mampu memberikan ketenangan jiwa. Atmosfer seperti itu sangat kondusif bagi Biarawan Sion intuk berkembang. Hal itu menempatkan Sion dalam posisi yang mampu menawarkan sebuah pilihan akan sistem sosial dan politik yang ada... Ada banyak pemeluk agma Kristen yang tidak ragu-ragu menafsirkan Apocalypse sebagai bencana nuklir. Lantas, bagaimana mereka akan menafsirkan keturunan Yesus? Sebagian umat Kristiani menganggap’ keturunan Yesus’ sebagai Second Coming.”
Buku ini, Knight Templar, Knight of Christ, sesungguhnya satu ruh juga denngan The Holy Blood and The Holy Grail dan The Da Vinci Code. Saya meyakini, paparan sejarah yang dikemukakan oleh kaum The Free Tinkers dan para kritisi sejarah kekristenan lebih bisa dipercaya ketimbang Injil yang sekarang beredar ditengah umat manusia. Mengapa ? Karena sejarah resmi masa kini merupakan cerita yang telah mendapat ‘segel resmi’, telah disetujui oleh pihak yang berkuasa, walau belum tentu yang paling benar. Injil yang resmi beredar sekarang ini sudah melalui seleksi yang kasar dan dan diikuti pembunuhan dan pengusiran yang dilakukan Kaisar Romawi, The Great Constantine, yang didukung penganut Trinitas. Sebuah Injil yang pro status-quo, lebih memihak kepada tahta dan kekuasaan ketimbang kebenaran.
Ada banyak pertanyaan yang ingin dikupas. Adakah Biarawan Sion masih ada hingga sekarang (seperti yang ditegaskan The Holy Blood and The Holy Grail dan sejumlah peneliti lainnya), dan tetap bermain di belakang layar rezim-rezim penguasa dunia, pengusaha-pengusaha tingkat tinggi, jendral-jendral berpengaruh, dan juga seniman-seniman, serta artis papan atas. Mereka - dengan nama yang bisa saja berganti-ganti - tetap bekerja hingga cita-cita satu pemerintahan dunia di bawah kepemimpinan Amerika (Pax-America) tercipta sebagai pra-kondisi hadirnya Raja-Pendeta untuk berkuasa kembali mendirikan kerajaannya di dunia ?
Walau kelihatan klise dan beraroma konspirasi, namun segala hal, segala kejadian, yang sungguh terjadi di dunia ini dalam dasawarsa terakhir ternyata memang membenarkan tesis tersebut. Kita boleh dan sah saja untuk mengatakan tidak yakin terhadap hal ini, tetapi mari kita tengok kejadian demi kejadian yang ada dan kemana arah dari semua kejadian itu bermuara? Adakah muara itu bertemu dengan apa yang telah jauh-jauh hari ditetapkan oleh Allah Subhanahu wata’ala di dalam Alquran? Atau, segalanya tetap akan menjadi misteri hingga suatu hari batu-batu berbicara dan memberitahukan dimana si Zionis-Yahudi dan Zionis lainnya bersembunyi untuk kita habisi bersama-sama?
Senin, 12 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar