Rabu, 05 November 2008

Tawuran Antar Mahasiswa, Intelekkah?

Tawuran Antar Mahasiswa, Intelekkah?
Minggu, 04 Mei 2008
Tawuran antar mahasiswa hampir terjadi pada semua daerah. Dari Jakarta, Medan, Makassar, Mataram, Ambon dan lainnya, rasanya tidak ada yang bebas dari masalah ini. Mulai yang dilatarbelakangi perebutan kekuasaan intra universitas sampai tawuran antar universitas. Padahal sebabnya kadang hanya masalah sepele. Lihat saja bagaimana antar mahasiswa bisa tawuran hanya gara-gara kalah dalam pertandingan bola, karena ejekan, atau karena gengsi “korp” yang berlebihan. Hingga kadang diwariskan pada angkatan berikutnya. Ada apa dengan semua ini? Tidakkah sebuah masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin tanpa harus menggunakan otot. Apakah tidak ada lagi mahasiswa-mahasiswa bijak yang dapat menyelesaikan permasalahan ini?

Golongan tua yang sedang berkuasa mungkin akan mencibir melihat peristiwa ini. Seolah hendak berkata “Bagaimana kamu bisa membantu masalah bangsa ini? Sementara hal sepele diantara kamu saja tidak mampu diselesaikan. Dimana embel-embel intelektual yang melekat pada diri mu? Inikah calon pemimpin bangsa?

Tanggungjawab Intelektual

Kita mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa perlu kiranya kembali memahami dan menyadari, betapa beratnya tanggungjawab untuk melanjutkan proses regenerasi bangsa ini. Nilai-nilai sopan santun yang dulu dimiliki oleh bangsa perlu kiranya dibangkitkan lagi, baik berupa nilai sportifitas, kekeluargaan dan kebersamaan. Karena bagaimana mungkin kita dapat bersatu sebagai bangsa, sementara untuk mewujudkan nilai-nilai sederhana di lingkungan sendiri saja tidak mampu. Maka sangat masuk akal ketika pemahaman itu memudar akan timbul anarkisme-anarkisme baru yang bermodalkan nilai-nilai destruktif tradisional masa lalu. Jangankan untuk merebut “tongkat estafet” kepemimpinan bangsa ini, untuk menyelamatkan diri dari gilasan roda kehidupan-pun kadang mahasiswa tidak akan mampu.

Goodwill semua Pihak

Permasalahan ini tidak timbul dengan sendirinya. Ini semua terkait dengan berbagai masalah aspek kehidupan, yang terjadi. Bagaimana krisis ekonomi, sosial, budaya dan agama begitu kuat terdegradasi dari posisi yang seharusnya. Degradasi terjadi secara simultan dan saling terkait satu sama lainnya. Lalu apa yang harus dilakukan? Lihatlah tetangga sebelah yang dulu berguru dengan kita, sekarang malah jadi guru kita. Artinya perubahan itu tidak hanya tanggungjawab mahasiswa semata. Perlu kesadaran dari semua pihak bahwa masalah ini adalah masalah kita bersama. Tidak cukup dengan hanya merubah kurikulum, apalagi dengan hanya menambah lapangan bola baru atau sarana olahraga lain dengan harapan energi mahasiswa akan terkuras diarena tersebut. Bahkan yang lebih ekstrim lagi dengan memasukan kegiatan itu menjadi matakuliah wajib.

Lantas bagaimana dengan perut. etika, dan iman? Maka jangan heran proses perubahan kultur bangsa ini, khususnya mahasiswa tidak pernah menyentuh sasarannya. Tidak ada jaminan terjadinya perubahan jika anggaran 20% dari APBN dikucurkan tanpa adanya pembenahan di segala aspek dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Apalagi jika anggaran itu sendiri tidak sampai 20%, apa yang terjadi ? Salah satunya tawuran. Akankah kita berdiam diri? Tawuran tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah semakin runyam. Masalah dapat diselesaikan dengan pikrain jernih, tanpa menghilangkan jiwa atau memperburuk citra sebagai agent of change. Marilah kita menyelesaikan secara intelektual.Tunjukkan dirimu sebagai mahasiswa.
Rivanli Azis, Mahasiswa Fakultas Hukum Unand

http://www.padangekspres.co.id/content/view/4798/122/

0 komentar: